Pemuda yang pantang menyerah bernama Febri, seorang anak dari orang tua sederhana yang memiliki 3 seorang saudara kandung, dia sekarang sedang duduk di bangku SMA.
Dia pemuda yang ingin meraih kesuksesan demi membahagiakan keluarganya. Bahkan ia ingin membantu adiknya agar bisa lanjut sekolah hingga perguruan tinggi. Selain itu, bapaknya sedang sakit dan tidak memiliki biaya pengobatan. Maka ketika sekolah ia tidak hanya untuk ingin lulus saja, tapi ingin mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya.
Itulah cita-cita yang ia inginkan. Bahwa ia selalu optimis bisa meraihnya dengan menggantungkan cita-citanya setinggi langit. Tak lupa juga selain belajar, ia juga mengiringi dengan doa. Ia menuliskan cita-citanya di dinding kamarnya. Bahkan ia juga menyempatkan waktu untuk membantu orang tua untuk menggantikan bapaknya.
Bel sekolah pun berbunyi. Dia bergegas untuk pulang menuju rumah dan menggantikan bapaknya di sawah. Teman-temannya pulang sekolah dengan naik motor yang bagus. Sedangkan ia hanya naik sepeda sederhananya. Tapi, dia tetap bersyukur dan percaya diri. Walaupun ada saja teman-teman yang selalu mengejek dan menghinanya.
Saat ia melewati depan pintu gerbang sekolah. Ada segerombolan geng teman kelasnya.
“Awasss, adaa si sepeda buluk lewat,” Dengan tertawa-tawa.
“Ihh cowo cupu dan suka nyontek lagi,” ujar teman yang lain.
“Iyaa hahaha, masa ke sekolah naik sepeda. Udah ga jaman ya ga siii,” ujar segerombolan geng kelasnya.
“Iya emang aku adanya seperti ini yang penting aku bisa sekolah di sini dan tidak merepotkan orang tua,” Pemuda itu menjawab dengan suara pelan.
“Ahahaha dasar panas-panas gini cape lagi, masa harus naik sepeda.”
Pemuda itu pun langsung diam tanpa berkomentar lagi. Lalu ia beranjak pergi dengan mengayuh sepedanya perlahan. Dia pun mengacuhkan mereka dan tidak memperdulikan perkataan mereka.
Di hari itu juga pada pukul 15.00 ada pengumuman kelulusan SNMPTN untuk lolos ke perguruan tinggi. Di sepanjang jalan ia hanya berdoa dan berharap ia bisa lolos SNMPTN agar bisa melanjutkan cita-citanya untuk membuktikan perkataan mereka.
Setelah sampai di rumah, ia pun bergegas mengganti baju. Sembari ia menunggu pengumumannya, ia membantu membereskan rumah. Lalu setelah jam sudah menunjukkan pukul 15.00, ia langsung membuka handphone dan berdoa agar bisa lolos. Tapi, ternyata hasil SNMPTN itu hasil pengumuman berwarna merah. Artinya ia gagal untuk lolos SNMPTN.
Padahal ia sangat berharap untuk lolos SNMPTN karena biaya lebih murah dibandingkan jalur yang lain. Akhirnya ia pun kecewa tapi ia tetap berusaha ikhlas untuk bisa melanjutkan ke jalur SBMPTN. Bahwa ia harus bisa membuktikan bahwa ia bisa lolos dan duduk di bangku kuliah yang dia dambakan. Lalu hari pun semakin sore, ia langsung menuju ke sawah menggantikan pekerjaan bapaknya yang sedang sakit.
Pada sore hari dengan angin yang berembus kencang hingga ranting-ranting pohon berjatuhan. Suara rintik hujan dengan langit yang gelap. Dengan suasana jiwa yang sepi. Seperti rintik air hujan yang turun yang menggambarkan suasana hatinya. Pemuda yang berbaju hitam dengan wajah yang murung menatapi rintik air hujan dan ia sedang duduk di bawah gubug di tepi sawah untuk menunggu hujan reda.
Wajah yang tiba-tiba menjadi sendu, sesendunya sedih dan campur rasa kecewa pada dirinya sendiri. Raut wajah yang semakin kusam seperti baru saja patah hati dengan sepatah-patahnya rasa yang dialami. Bahkan tidak lolos SNMPTN ini lebih sakit daripada patah hati. Mata Febri pun semakin berkaca-kaca.
Kemudian ada seorang kakek yang menghampirinya dan menanyakan keadaannya.
“Nak, kamu sedang banyak masalah ya?”
Febri awalnya hanya diam dan menundukkan kepalanya. Dengan raut muka yang kecewa.
“Nak, ceritakan saja apa yang kamu rasakan sekarang, kakek tau kamu pasti sedang banyak masalah kan?” Dengan nada memelas.
“Iya kek. Aku sedang banyak masalah dari keluarga dan sekolah,” jawab Febri dengan pelan.
“Coba nak, kamu ceritakan saja apa yang kamu alami. Jangan kamu pendam sendiri daripada menyakiti hatimu. Siapa tau kakek bisa memberikan sepatah dua patah kata.”
Kakek tua itu pun menyimaknya dengan seksama. Pada saat Febri selesai bercerita ia pun dibuatkan minuman yang sudah ia bawa dari rumah. Dengan mengambil segenggam serbuk dan mencampurkan ke dalam gelas.
“Coba minum ini dan bagaimana rasa dari minumannya?” kata kakek tua.
“Rasanya sangat pahit kek....,” jawab pria itu.
Lalu kakek tua itu pun memberikannya segelas air putih ke pria itu.
“Minumlah air ini dan rasakan perbedaannya.”
“Sungguh segar kek sangat berbeda dengan yang tadi.” sahut pria itu dengan wajah tersenyum.
“Apakah kamu merasakan ada sedikit rasa pahit dari minumnya itu?”
“Sama sekali tidak ada, bahkan rasanya manis dan segar.”
Kakek itu pun tertawa dengan melihat ekspresi wajahnya yang awalnya sangat murung, kecewa, dan sekarang pun sudah mulai ceria kembali.
“Hey anak muda... Seharusnya kamu tau dan perhatikan baik-baik. Perbedaan dari 2 minuman itu kamu harus paham. Apabila pahitnya kehidupan itu ibarat segenggam serbuk tadi yang kau minum. Takarannya akan sesuai tidak lebih dan tidak kurang. Bahwa jumlah dan rasa yang pahit itu akan sama dan tidak ada yang berubah.” jawab kakek itu dengan tegas.
“Hal penting yang harus kamu harus ingat selalu. Masalah yang sedang kamu alami sekarang seperti halnya kepahitan minuman tadi. Bahwa manusia itu pasti akan diberikan ujian dan cobaan sesuai dengan takaran dari Allah SWT. Allah SWT juga percaya jika kamu bisa menghadapi segala permasalahanmu. Maka kamu harus bisa merasakan dan menikmati segala kepahitan dan kegagalan yang ada pada hidup. Bahwa itu bukan akhir dari perjuanganmu,“ jawab kakek tua itu.
“Tapi, kek terkadang aku iri dengan mereka yang hidupnya bahagia dan bisa langsung melanjutkan kuliah tanpa memikirkan biaya.”
“Kamu tidak boleh iri dengan mereka. Karena melihat kepuasan orang lain yang sudah diraih tidak akan ada habisnya. Kamu hanya bisa melakukan pada dirimu sendiri bahwa dengan meluaskan dan memperbesar kapasitas hati dan rasa sabar agar bisa menampung segala kepahitanmu. Kamu juga harus ingat banyak hal yang harus kamu bahagiakan dan ingatlah perjuangan orang tuamu yang mencari nafkah untuk bisa menyekolahkanmu hingga detik ini. Orang tuamu juga ingin kamu hidup sukses dan bahagia. Jangan pernah lupa juga kamu harus berusaha belajar dengan tekun, pantang menyerah apapun yang dilakukan, teruslah raih cita-citamu yang diinginkan dan jangan lupa untuk berdoa.” ujar kakek tua itu dengan memotivasinya.
“Baik kek, memang hidup ini semakin berat dengan bertambahnya usia. Selain itu, harus percaya bahwa bisa melewati segala proses dan ujian yang dihadapi.”
“Betul kamu juga jangan pernah kecilkan hatimu seperti gelas. Tapi, harus bisa meluaskan hatimu seluas sungai, samudra, laut yang tak berujung yang dapat menampung segala kepahitan dalam hidup. Bahwa semua kepahitan dalam hidup yang dijalankan pasti akan berbuah hasil. Sehingga dari sebuah kepahitan akan berubah menjadi kesuksesan dan kedamaian hidup. Selain itu, kamu harus ingat orang tuamulah yang paling utama untuk dibahagiakan,” pungkas kakek tua.
“Terimakasih banyak kek atas segala nasihat yang diberikan sangat bermanfaat. Aku akan berusaha ikhlas dan terus berjuang di jalur SBMPTN agar bisa lolos sesuai yang diinginkan”
“Sama-sama nak, intinya jangan pernah berhenti pada satu kegagalan yang dihadapi. Tapi teruslah berusaha, jadikan pembelajaran ke depannya dan jangan pantang menyerah. Seperti kata-kata dari Imam Syafi’i bahwa: Barangsiapa tidak mau merasakan pahitnya belajar, ia akan merasakan hinaan kebodohan sepanjang hidupnya.”
Akhirnya setelah hujan reda ia pun bergegas pamit pulang ke kakek tua. Dia sepanjang jalan meratapi setiap nasihat yang diberikan kakek tua. Bahwa ia sadar ikhlas memang penting, ia harus banyak bersyukur, tidak ada gunanya untuk mengeluh suatu permasalahan, dan harus tetap yakin atas apa yang kamu cita-citakan. Lalu ia bertekad untuk lebih melapangkan hati yang seluas samudra agar bisa menjalankan masalah tanpa membebani hidupnya untuk terus maju ke depan dan jadikan pembelajaran saat masa lampau.
Satu minggu menuju hari ujian SBMPTN untuk melanjutkan bangku perkuliahan. Ia setiap pagi, siang sore, bahkan hingga dini hari ia selalu belajar dan tidak pernah menyerah. Selain itu, ia selalu rutin solat sunnah dan puasa sunnah. Tapi, saat itu dia sedang banyak sekali ujian yang terus-menerus menimpanya. Ujian dari keluarga bahwa bapaknya yang semakin memburuk keadaanya dan belum ada biaya pengobatan. Bahkan pertemanan ia tidak memiliki teman yang benar-benar dekat dan mereka selalu mengejek Febri. Tapi, setelah ia diberikan nasihat dari kakek tua di gubuk sawah. Ia pun langsung bangkit bahwa orang tua sudah menanti kesuksesan yang akan kamu raih.
Setelah 2 bulan TES SBMPTN, ia pun sangat berharap agar lolos. Akhirnya setelah membuka hasil pengumuman itu ia mendapatkan kartu berwarna hijau dan bertuliskan LOLOS. Dia pun sangat senang dan bahagia bisa membahagiakan orang tua. Tapi, ia juga masih memikirkan biaya SBMPTN itu memang lebih mahal dibandingkan SNMPTN. Setelah itu dia ingin mengikuti seleksi beasiswa di bangku kuliah agar bisa membantu biaya kuliahnya. Bahkan ia melakukan keja sampingan di tempat cafe untuk mendapatkan uang.
Setelah ada kelulusan SBMPTN bahwa semua mahasiswa datang ke kampus. Pada siang hari itu pun, Febri dan teman-teman pada satu prodi ingin saling berkenalan satu sama yang lain.
“Hayy, perkenalkan namaku Febri.”
“Wahh aku Niko, gimana kabarnya?”
“Alhamdulillah sehat.” Jawaban Febri dengan agak pelan.
“Wah kamu kenapa jadi murung gitu wajahnya Feb? Apa kamu memikirkan sesuatu?” tanya Niko dengan terheran-heran.
Akhirnya Febri pun cerita ingin mendapatkan beasiswa di kuliah untuk meringankan biayanya. Lalu, Niko memberikan nasihat untuk mengikuti seleksi beasiswa GLINTS. Bahwa beasiswa itu bisa dengan mendapatkan Glint Scholarship sebanyak 3.000.000.
Ia pun segera mendaftar dan bersemangat untuk mengikutinya. Setelah semuanya seleksi dan mengurus berkas. Akhirnya setelah seminggu ada pengumuman bahwa ia lolos mendapatkan beasiswa. Bahwa ia terpilih dari 5 anak di kelasnya. Tapi, ia sangat beruntung bisa mendapatkan beasiswanya. Ia pun sangat gigih dan pantang menyerah untuk bisa lulus dengan predikat Cumlaude. Orang tua Febri pun menyaksikan kesuksesan yang diraih Febri. Teman-teman segerombolan kelas pun sangat kagum atas usaha yang diraih Febri.
Sehingga dalam suatu kehidupan pasti banyak permasalahan yang silih berganti. Pastinya akan terjadi, pernah terjadi bahkan mungkin terjadi pada diri kita yaitu sebuah kegagalan. Jatuh bangkit dari sebuah kegagalan sudah hal yang biasa. Gagal memang hal yang biasa terjadi.
Jangan jadikan sebuah kegagalan itu kamu langsung berhenti dan tidak berjuang kembali. Tapi, dalam sebuah kegagalan harus terus bangkit dan mengambil pelajaran yang diambil. Bahwa di balik banyaknya kegagalan pasti ada sebuah kesuksesan pada suatu saat nanti.
Seperti kata-kata bahwa ilmu yang sejati seperti barang berharga lainnya. Tidak bisa diperoleh dengan mudah. Pasti akan merasakan jatuh bangun yang pahit. Bahwa itu harus diusahakan, dipelajari, dipikirkan, dan lebih dari itu, serta harus selalu disertai doa.
Biodata Penulis:
Ahmad Syafiul Anam saat ini aktif sebagai mahasiswa semester 2 di UIN SAIZU jurusan Pendidikan Agama Islam.