Ziya adalah seorang gadis remaja umur 22 tahun masih jomlo yang sangat nurut pada neneknya. Dia adalah putri tunggal dan cucu satu-satunya. Ziya sangat disayangi oleh nenek dan kakeknya. Orang tua Ziya sudah bercerai sejak dia kecil. Jadi, saat Ziya masih kecil sudah terbiasa mandiri.
Di saat anak SD sepantaran diantari oleh orang tuanya, ada yang pakai mobil atau motor, Ziya, yang masih kecil saat itu kelas 4 SD sudah naik sepeda roda dua untuk sampai ke sekolahnya. Ziya tinggal bersama ibu, kakek, dan neneknya.
Ibu Ziya sangat bangga pada Ziya, walaupun ibunya sangat cerewet, tetapi dia juga sangat sayang pada ibunya. Tentulah bangga ibu pada Ziya.
Lahir tanggal 24 Mei 2000 di kota tercinta, Purwokerto, dan alhamdulillah lancar. Ayah dan ibu senang sekali anak pertama mereka lahir. Putri pertama mereka diberi nama Ziya, artinya cahaya.
Mungkin ayah memberiku nama Ziya supaya bisa menemani ibu di waktu gelap sekalipun. Masa kecilku sangat bahagia, disayang ayah, kebutuhanku tercukupi, ibu juga merasa sangat bahagia, ayah mencintai ibu, juga sebaliknya. Banyak hal bahagia yang kami lalui bersama.
Saat itu aku umur empat tahun diajak oleh ibu dan ayah belanja ke supermarket di Purwokerto, aku yang masih kecil ingin boneka langsung dibelikan oleh ayah.
“Ayah ayah, Jiya pengin boneka bear besar itu, yang coklat boleh ya ayah?” rengek Ziya kecil, kelihatan imut sekali.
“Iya boleh Ziya cantik, ayah belikan anak beruang juga mau?” jawab ayah malah menjahili Ziya.
“Memang boneka punya anak yah?”
“Hahaha, ada, itu anaknya beruang yang kecil” tambah ayah, tertawa sendiri melihat sikap anaknya yang menggemaskan.
Matanya bulat, pipi Ziya seperti mochi, putih dan kenyal. Rambutnya keriting seperti barbie. Kata Ziya waktu itu “Lambut Ziya kan bagus sepelti barbie yang bisa terbang” iya in aja Ziya kecil ini.
Sepulangnya dari supermarket, kita mampir ke taman kecil sekitar Purwokerto. Naik ayunan, naik perosotan, ibu yang cemas melihat Ziya lari ke sana kemari.
“Ziya, hati-hati di sini banyak batu, nanti Ziya jatuh”
“Ziya, sini minum dulu!”
“Ziya, minumnya sambil duduk!”
Ibu cerewet memang, sampai sekarang pun masih. Tapi Ziya sayang. Ziya yang dulu tidak mendengarkan perintah ibu, Ziya tidak peduli, lari-lari tuh asyik bu.
Hari itu, Ziya pulang digendong ayah, terlelap di bahu ayah. Ayah memang tempat paling nyaman ketika aku lelah. Waktu ibu susah-susah menidurkan Ziya, “ibu sudah cape, gantian ayah” apa yang ayah lakukan? Ayah Cuma memeluk Ziya dan Ziya langsung terlelap.
Hari-hari berlalu menyenangkan, sampai aku masuk SD umur enam tahun 2006. Saat itu ayah sedang berada di luar kota, untuk urusan pekerjaan. SD-ku dekat dengan rumah, baru tengah semester aku kelas 1 SD, tiba-tiba tante yang memang bekerja di sekolah itu menyuruhku pulang, kita pulang bersama. Tante terlihat sangat gelisah, bahkan meneteskan air mata. Ziya yang masih berumur enam tahun tidak menganggap itu serius. Sesampainya aku di rumah, kamar ibu sudah banyak orang, ada kakek nenek dan saudara ibu.
“Nek, ada apa kok ibu tidur?” di kamar, ibu sedang tertidur, bukan, sebenarnya ibu menangis sampai tak sadarkan diri.
Aku menghampiri ibu, aku tepuk-tepuk pipi ibu, tetap ibu tak kunjung bangun. Ayah yang sedang di luar kota tiba-tiba menelefon ibu, ayah meminta cerai. Aku tak bisa membayangkan betapa shock-nya ibu, hancurnya hati ibu. Ziya hanya bisa menemani ibu, padahal Ziya ingin berbuat lebih. Melihat ibu menangis, Ziya tidak tega. Kenapa ayah melakukan ini?
Setelah kejadian itu ayah dan ibu bercerai, ayah sempat memintaku untuk tinggal bersamanya, tapi Ziya lebih memilih ibu, ibu butuh Ziya di sampingnya. Intinya, bulan-bulan berlalu kacau, aku tidak terurus, karena ibu sibuk mengurusi perceraian. Dan jadilah Ziya yang mandiri.
Tahun 2012 Ziya berumur 12 tahun akhirnya masuk SMP, biaya sekolah dibantu oleh nenek kakek dengan uang pensiunan. Ibu sudah mulai bangkit, ibu banting tulang mencari nafkah. Ibu bekerja serabutan atau pindah satu rumah ke rumah lain untuk membantu pekerjaan rumah.
Sejak tahu ibu bekerja keras untuk Ziya, Ziya juga ingin berusaha agar tidak terlalu menyusahkan ibu dengan belajar giat agar mendapat beasiswa. Ziya termasuk anak yang rajin di kelasnya. Tidak pernah absen, aktif juga Sholehah. Ditambah sosok Ziya yang cantik menjadi lirikan playboy di sekolah Ziya, bahkan sampai SMA banyak yang menembak Ziya, tapi Ziya menutup hatinya rapat-rapat. Akhirnya Ziya mendapat beasiswa, alhamdulillah.
Dari mulai sini, Ziya kembali bangkit. Seperti mendapat berkah yang terus-menerus. Ibu Ziya mendapat pekerjaan di suatu sekolah menjadi guru, karena ijazah ibu kasihan jika tidak terpakai, ini juga bantuan dari tante.
Alhamdulillah Ziya juga mendapat beasiswa full di Universitas karena Ziya terus belajar dan berdoa, mencoba mendaftar, ditolak, mendaftar lagi hingga diterima beasiswa jika mendaftar di Universitas ini.
Ziya memang pintar bahasa asing, seperti Jepang, Korea, dan Inggris. Ziya suka itu makanya Ziya mengambil jurusan yang sesuai dengan kemampuannya. Belajar selama 4 tahun lulus dengan gelar cumlaude. Ziya mendaftar jadi guru bahasa Inggris di salah satu SMP favorit. Ziya disenangi murid dan wali murid karena menjadi guru yang sangat memotivasi.
Jangan lupa dengan kisah cinta Ziya. Selama 21 tahun Ziya tidak pernah pacaran karena memang tidak butuh. Ziya memang tidak mencari, bahkan tidak terpikirkan untuk menikah, tetapi lelaki itu langsung datang pada Ziya, Dia adalah Zayn, Muhammad Zayn. Lelaki yang menjadi guru di sekolah yang sama dengan Ziya. Zayn sering memperhatikan Ziya saat Ziya sedang mengajar, sangat lucu. “Ziya yang mempunyai badan imut, menjadi guru anak SMP, seperti seangkatan” pikir Zayn.
Di umur Ziya yang ke-22 Zayn melamar Ziya langsung ke rumahnya. Ziya malu tapi mau menerima. Karena Ziya tahu Zayn adalah laki-laki baik, Insya Allah menjaga wanita, tidak akan menyakiti wanita, menghargai wanita seperti semestinya. Ziya harap ini bukan seperti cinta pertama Ziya. Cinta pertama anak perempuan adalah pada ayahnya. Ziya tidak ingin disakiti seperti ayahnya menyakitinya. Menyakiti ibu sama saja menyakiti hati Ziya.
Di Suatu sore Zayn mengunjungi rumah Ziya, untuk bersilaturahmi.
“Aduh, nak Zayn, gantengnya” nenek memuji Zayn saat sedang berkunjung ke rumah.
“Terima kasih nek,” jawab Zayn malu-malu.
“Jaga Ziya, nenek tidak suka melihat Ziya yang cantik menangis”
“Zayn juga sebal jika Ziya sedih, Zayn tidak akan membiarkan Ziya menangis sendirian”
“Iya, Ziya jelek kalau menangis”
“Nenekk!! Sudah berumur masih saja melihat yang berondong” omel Ziya seperti ibunya, sama saja cerewet.
“Ziya, ga baik bicara begitu” Kan kena marah ibu.
“Habisnya nenek”
“Harusnya Ziya berterima kasih sama nenek selalu mendoakan yang terbaik untuk Ziya, bukan malah berbicara yang tidak baik”
“Bbaik bu, maaf kan Ziya nek”
“Nenek belikan es krim baru nenek maafkan” minta nenek dengan raut muka memelas.
“Sudah tua nek, jangan makan es krim mulu”
“Ziya!!”
“Hehe”
Lihatlah perjuangan Ziya dan ibunya. Tak ada kata menyerah walau sempat di titik terendah. Bagai roda yang selalu berputar. Pernah merasa di paling atas, seakan keluarga paling bahagia. Pernah merasakan saat roda sedang di bawah, tapi Ziya terus mengayuh pedal hingga roda kembali ke atas. Ziya bangkit dan menjadi sukses. Terima kasih Ya Allah.
Biodata Penulis:
- Salma lahir pada tanggal 1 November 20003 di Jeddah. Ia sekarang menetap di Purwokerto.
- Salma menyelesaikan pendidikan dasar di MI Negeri 1 Purwokerto, Banyumas pada tahun 2009. Kemudian melanjutkan pendidikan di MTs Minat Kesugihan Cilacap, sembari mondok di Pesantren Al-Ihya ‘Ulumaddin Kesugihan Cilacap. Ia menempuh masa SMA di MAN 1 Banyumas. Di sana Salma juga mondok di PP. Al-Amien Purwokerto Wetan.
- Salma saat ini sedang menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri Prof. KH. Syaifuddin Zuhri, sekaligus mondok di PP. Ath-Thohiriyyah dan mengambil konsentrasi pada bidang Pendidikan Agama Islam.