Kamu Tetap Menjadi Alasanku Menunggu

Cerpen ini mengikuti perjalanan emosional Hanna, seorang gadis remaja yang cerdas dan berprestasi, yang terjebak dalam perasaan cinta yang tulus ...

“Hana ayo pulang, sebentar lagi akan turun hujan” pinta Mama kepada Hanna.

“Sebentar Ma, sebentar aja lagi sampai senja habis” kata Hanna.

“Kamu masih saja menunggu orang itu datang Hanna?” tanya Ibu kepada Hanna.

“Iya, Hanna yakin kok Bu, dia pasti datang” ucap Hanna dengan senyum meyakinkannya.

“Tapi ini mau hujan Hanna, dia gak mungkin datang!” ucap ibu Hanna.

“Enggak Bu, dia udah bilang ke Hanna akan datang di waktu sekarang sebelum senja habis” jawab Hanna dengan sedikit berteriak kepada ibunya.

Hanna, gadis cantik yang baru saja memasuki bangku SMA di Jakarta. Ia gadis dengan segudang prestasi dalam berbagai bidang. Kehidupan dia berubah sejak ia bertemu dengan seorang cowok dingin yang menyita perhatiannya.

Kamu, Tetap Menjadi Alasanku Menunggu

Setiap hari ia berusaha untuk mendekati cowok tersebut, namun berkali-kali gagal, dan ia baru saja mendapatkan cowok itu dimasa akhir kelas 9 SMP. Kesehariannya ia isi bersama cowok tersebut.

Bayu, cowok yang berhasil membuat Hanna menyukainya.

“Apa yang membuat kamu suka sama aku?” tanya Bayu kepada Hanna sambil terus memegang tangannya.

“Hmmm, sebenarnya kamu biasa aja sih, tapi aku seperti tertantang dengan sikapmu yang dingin itu, dan aku suka dengan orang yang dingin, pasti orang dingin tuh jarang punya cewek, hahaa” kata Hanna dengan tawanya di akhir ucapan.

“Bisa aja kamu, misal aku pergi dari kamu, kamu bakal benci aku enggak?” kata Bayu.

“Enggak, misal kamu pergi pasti datang lagi ke aku, kan kamu pernah janji dulu enggak bakal ninggalin aku.” ucap Hanna dengan senyum manisnya.

Sedangkan Bayu hanya bisa senyum terpaksa mendengar penuturan Hanna tadi. Ia merasa bersalah telah berucap seperti itu kepada Hanna. Ia tidak mungkin bisa membohongi Hanna, tapi untuk hal ini ia tidak bisa, karena rasa takutnya.

Bayu tidak diperbolehkan oleh sang ayahnya bersekolah yang sama dengan Hanna, ia harus melanjutkan di luar negeri tempat ayahnya bekerja. Pilihan Bayu tinggal satu, yaitu kabur dari masalah ini, ia harus meninggalkan Hanna, karena tidak mungkin ia membantah ayahnya. Ia berharap dengan pilihannya itu, Hanna akan lupa dengan dia.

“Hanna, aku mau pergi ke luar negeri besok, tenang aja hanya sebulan kok, nanti aku kembali” ucap Bayu kepada Hanna dengan terus menunjukkan keyakinannya kepada Hanna.

“Enggak mau, aku enggak mau ditinggal pergi sama kamu, nanti aku sendirian, gak ada yang nemenin ke sana kemari.” ucap Hanna sambil menahan air matanya yang sudah menumpuk di kelopak matanya.

“Tenang aja ya sayang, aku pasti balik kok, tenang aja. Tunggu aja aku di stasiun sebulan lagi, pasti aku kembali. Kalau aku enggak kembali tepat waktu, kamu boleh kok marahin aku sepuasnya. Ya udah Hanna sayangku, aku pergi ya. Jaga diri baik-baik, kalau kangen telepon aha. Maaf ya beritahunya dadakan, karena kemarin aku juga baru dikasih tau sama ayah. Dah cantik, jangan nangis” ucap Bayu sambil melambaikan tangannya untuk bergegas pergi.

“Hati-hati” Hanya itu yang mampu Hanna ucapkan kepada Bayu, karena ia sudah tidak tahan lagi ingin menangis sekeras-kerasnya.

Setiap hari, ia selalu mengabari Bayu. Bertelepon sampai begadang, Video Call, ataupun bertukar pesan. Sampai di hari-hari menuju satu bulan kepergiannya, ia susah dihubungi. Sudah berpuluh-puluh sampai beratus-ratus kali Hanna menghubungi Bayu, namun tidak satu pun yang dijawab olehnya.

Hanna hanya bisa berpositive thinking bahwa Bayu sedang sibuk, dan tidak bisa menghubunginya. Sampai di saat hari itu datang.

“Bayu mana sih, katanya satu bulan lagi dia bakal dateng lagi jam 3 sore, tapi mana, udah mau habis senjanya.” ucap Hanna dalam hati.

Lama sudah Hanna menunggu Bayu datang, namun nihil. Ia sudah berkali-kali menelepon Bayu namun tidak satu pun terjawab. Hanna sudah lelah menunggu karena senja sudah menghilang, namun ia tetap berjanji kepada dirinya sendiri, bahwa besok ia akan ke tempat ini lagi.

Di waktu yang sama, Hanna mengunjungi stasiun lagi, namun berujung nihil kembali dan hasil nihil itu ia dapatkan berkali-kali. Namun ia tetap tidak putus asa, ia tetap mengunjungi tempat itu sampai orang yang ia cari bertemu dengannya kembali.

Tiga tahun kemudian.

Sampai saat ini, Hanna masih saja menunggu di stasiun dengan keadaan melamun. Tapi, rasanya ada sedikit perasaan yang berbeda untuk kali ini. Hanna sangat yakin bila hari ini Bayu akan kembali lagi.

Di saat Hanna sedang memainkan teleponnya, tanpa sengaja ada orang yang menabrak punggung tubuhnya, dan berakhir Hanna sedikit terdorong ke arah orang tersebut. Hanna mendongak, dan ia tercengang melihat siapa yang menabraknya.

“Kamu kembali, aku seneng banget, akhirnya menungguku membuahkan hasil” ucap Hanna dengan senyum manisnya.

“Kamu masih menunggu aku Han, kamu gak benci aku, aku udah ninggalin kamu tiga tahun Han.” ucap Bayu dengan menahan tangisnya.

“Enggak, aku gak benci sama kamu, kan kamu pernah bilang gak akan tinggalin aku, dan kamu menepati itu dengan kamu kembali sekarang, walaupun aku harus menunggu di tempat ini beberapa tahun.” ucap Hanna sambil tersenyum meyakinkan.

“Maafin aku Hanna, aku udah membuatmu menunggu selama ini, kamu berhak kok benci aku, marahin aku, hukum aku, aku ikhlas Han.” ucap Bayu sambil memeluk erat Hanna.

“Iya Bay, udah aku maafin. Gak ada yang namanya aku benci kamu, mungkin hanya sedikit rasa kecewa aja sama kamu, tapi gak papa. I'm fine ok!” ucap Hanna meyakinkan Bayu.

“Mendingan sekarang kita pulang, kasihan kamu pasti capek” kata Hanna mengalihkan pembicaraan.

Biodata Penulis:

Mukhashofatul Imtiyaazah saat ini aktif sebagai mahasiswa di UIN Prof. K. H Saifuddin Zuhri.

© Sepenuhnya. All rights reserved.