Aku Bisa

Cerpen ini menceritakan tentang Tania, seorang siswi pemalas yang sering terlambat ke sekolah dan tidak peduli dengan tugas-tugasnya.

Di suatu pagi yang cerah, seperti biasa anak perempuan berambut panjang, berwarna kulit sawo matang, berjalan menuju gerbang sekolah. Dengan sedikit mengibas-ngibaskan roknya yang berwarna biru ke belakang dan ke depan seraya bernyanyi-nyanyi dengan suara lirih. Tiba-tiba matanya tertuju pada gerbang tersebut.

“Aaa... Pak, bentar-bentar jangan ditutup dulu tunggu saya....” teriak anak perempuan tersebut.

“Cepetan Neng sudah jam 07:15” kata Satpam kepada anak perempuan tersebut.

“Iya Pak” jawab anak perempuan tersebut seraya berlari dengan nafas tersengal-sengal.

“Neng Tania, Neng Tania.” kata Pak Satpam penjaga gerbang seraya menggelang-gelengkan kepalanya.

Ya, namanya Tania, si anak pemalas, suka terlambat dan berangkat sekolah hanya sekedar berangkat dan tidak perduli dengan tugas-tugasnya.

“Gubrak” suara tas yang dilemparkan Tania ke atas meja seraya melangkah menuju tempat duduknya.

Aku Bisa

Masih berdiri dan terdiam sambil melihat teman-teman yang sibuk mengerjakan tugas rumah.

“Lukman! Lagi pada ngerjain tugas apa sih?” tanya Tania pada Lukman siswa paling pintar di kelas 9A.

“Matematika.” jawab Lukman singkat.

“Liat dong Lukman” kata Tania sambil mengambil bukunya yang ada di tas, menuju meja Lukman.

“Punya otak kan? Kipake dong buat berfikir, jangan mengandalkan jawaban dari orang!” celetuk Lukman.

Seketika Tania terdiam sambil menatap mata Lukman, lalu meninggalkan Lukman begitu saja, menuju meja temannya yang lain.

Setelah mendapat jawaban, Tania pun kembali ke tempat duduknya.

Tiba-tiba...

“Assalamualikum” ucap Bu Leni, guru matematika kelas 9A.

“Mohon maaf ya anak-anak sepertinya tugasnya untuk kalian pelajari saja dan tidak usah dikumpulkan karena ibu akan rapat membahas tentang ujian nasional kalian yang sebulan lagi akan dilaksanakan. Dan sekarang kalian boleh pulang” ucap Bu Leni kepada kelas 9A.

Para siswa pun berhamburan keluar kelas. Tania pun berjalan menuju jalan rumahnya.

“Sebodoh itukan aku?” gumamnya dalam hati sambil meneteskan air mata.

“Berubah, aku pasti bisa mendapatkan nilai yang tinggi” ucapnya lirih seraya meneteskan air mata.

Sesampainya di rumah diapun meminta kepada orang tuanya untuk mencarikan tempat les.

Keesokan harinya, ibunya berkata pada Tania.

“Tania, Ibu sudah mendapatkan tempat les untuk kamu, lesnya sehabis sholat isya ya” kata ibu Tania

“Iya Bu” jawab Tania gugup tidak yakin dengan dirinya sendiri.

Pagi hari pun tiba, Tania pun berangkat sekolah seperti biasa.

Sepulang sekolah, Tania tidak bermain seperti biasanya, dia lebih memilih menghabiskan waktunya untuk belajar dan tidur siang. Dan di sore hari dia pergi mengaji.

Sepulang dari mengaji ia menyiapkan buku untuk dibawanya les nanti malam.

Setelah sholat maghrib Tania berbicara kepada ibunya “Ibu doakan Tania semoga Tania bisa ya” kata Tania “Amin nak” jawab ibunya seraya mengecup kening Tania.

Pagi harinya seperti biasa Tania berangkat terlambat lagi. Sampai di kelas Tania bertanya kepada Lukman.

“Lagi pada ngerjain apa Luk?” tanya Tania santai.

“Matematika.” jawab Lukman singkat.

“Kenapa? Mau liat jawabanku lagi? Nggak mau!” kata Lukman.

“Enggak kok” jawab Tannia santai.

Guru pun memasuki kelas dan memerintahkan murid-muridnya untuk mengumpulkan tugas matematika. Seperti biasa Tania mengumpulkan paling akhir. Bu Leni pun mengecek tugas mereka.

“Wah ternyata ada satu anak yang jawabannya benar semua“ kata Bu Leni.

“Tania maju” kata Bu Leni. Tania pun maju dengan gugup. Tania maju dan diperintahkan oleh guru tersebut untuk mengulang kembali jawabannya di papan tulis. Dengan cepat Tania menyelesaikan soal tersebut, dan para siswa bertepuk tangan untuk Tania.

Satu bulan berlalu. Ujian nasional pun dilaksanakan. Tania berangkat lebih awal. Sesampainya di kelas dia terdiam dan berkata dalam hatinya.

“Bismillah semoga aku bisa” Katanya dalam hati.

Tania pun mengerjakan soal dengan sungguh sungguh. Rangkaian ujian nasional pun selesai.

Tiga minggu pun berlalu, waktu yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga, yaitu pengumuman kelulusan.

Para siswa pun antusias mendengarkan hasil ujian akhir kelulusan, pengumuman peringkat kelas diumumkan. Dalam benak Tania tak terlintas mengharap peringkat kelas tersebut.

Tania paham dengan cover rapornya bagian belakang sedikit koyak. Tania melihat seorang guru sedang memisahkan rapot-rapot tersebut.

“Lah kok raporku dipisahin sih, apa jangan-jangan aku tidak lulus” Gumamnya dalam hati cemas.

Seorang guru pun mengumumkan peringkat kelas 9A. Peringkat kelas pun diumumkan, dan ternyata Tania meraih juara satu di kelas 9A. Tania pun meneteskan air mata haru, dan tak menyangka bahwa dirinya akan menjadi juara kelas.

Tiba-tiba Lukman menghampiri Tania.

“Tania, aku minta maaf ya, aku sering meremehkanmu dan ternyata kamu bisa mendapatkan nilai lebih bagus dariku” kata Lukman tertunduk malu.

“Iya, ngga papa kok Luk, berkat kamu juga aku bisa seperti ini. Kamu juga pasti bisa kok Lukman, kita sama-sama belajar, dan jangan pernah meremehkan seseorang” kata Tania sambil menepuk bahu Lukman.

Dan pada akhirnya mereka berpisah dan melanjutkan ke sekolah yang mereka inginkan.

Biodata Penulis:

Isnaini Rammahdina lahir pada tanggal 23 November 2003 di Sengkarong. Ia adalah anak kedua dari dua bersaudara. Ia pernah menempuh pendidikan di RA An-nur, SDN 07 Sungai Maboh, MTS Al- Ma'arif 3 Sintang, MAN 1 Cilacap, dan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi Universitas Islam Negri K.H Saifuddin Zuhri.

Isnaini juga pernah menempuh pendidikan agama di pondok pesantren Darul Ma'arif Sintang yang diasuh oleh Kyai Haji. Muhammad Gozali M.H, pondok pesantren Anwaarunnajaah yang diasuh oleh Kyai Haji Asif Dahri, dan pondok pesantren Ath-tohiriyah yang diasuh oleh Abuya Muhammad Toha al-hafiz.

Cerpen ini adalah karya pertama Isnaini Rammahdina.

© Sepenuhnya. All rights reserved.