"Nindy, kok malah duduk nyatai di sini?" suara Angga membuat tulisan Nindy dalam diarynya terhenti.
"Iya nih, lagi nikmati pemandangan" jawab Nindy sambil tergesa memasukan buku diarynya.
"Itu, pemandangan di atas jauh lebih bagus"
"Serius lebih bagus?"
"Iya serius, janji deh, Bestfriend gak akan ingkar janji. Yuk!" Angga menjulurkan tangannya ke Nindy kemudian membantunya untuk menggendong tas carrier.
Pemandangan yang indah sepanjang perjalanan pendakian mereka berdua menuju Puncak Mahameru. Hembusan angin yang memainkan anak rambut terkadang Angga membantu Nindy merapikannya. Suasana yang sejuk serta penuh canda tawa menjadi jejak perjalanannya pada setiap bentangan alam yang mereka lewati bersama. Jalan setapak yang licin karna embun pagi hari membuat Nindy sesekali terpeleset.
"Eisstt, hati-hati Nin lebih perhatikan langkahmu ini sedikit licin" ucap Angga yang telah menangkap badan Nindy yang hampir jatuh terpeleset.
Nindy hanya menjawabnya dengan senyuman. Berjalan berdua bersama Angga dalam perjalan pendakian itu membuat hatinya semakin berdebar yakin akan sebuah rasa yang ada pada hatinya. Ia tak tahu sejak kapan rasa itu tumbuh dan sampai kapan rasa itu akan terus tumbuh. Angga seorang pria yang menjadi sahabat lamanya dengan segala perhatiannya membuat Nindy mulai mengaguminya. Perjalanan penuh kisah bermakna bagi Nindy.
"Danau yang indah ini, Ranu Kumbolo namanya nin" ucap Angga.
"Kau benar ini indah"
"Mari dirikan tenda untuk beristirahat sebelum besok pagi melanjutkan untuk ke puncak, di atas akan lebih indah, ingat bestfriend gak akan ingkar janji"
Mereka berdua mulai membongkar tas carrier mereka mengeluarkan tenda dan mulai mendirikannya bersama dengan penuh canda tawa. Malam yang sunyi dan syahdu ditemani bertabur bintang di atas langit berteman bulan yang bersinar. Hangatnya api unggun dan suara percikan api yang beradu dengan kayu bakar menghasilkan letupan kecil mendukung suasana indah malam itu menemani mereka duduk berdua menikmati keindahan.
"Kamu nepati janji" ucap Nindy.
"Udah dibilang, bestfriend kan gak mungkin ingkar janji. Eh, Nin aku mau minta bantuan kamu dong"
"Minta bantu apa?"
"Tapi kamu janji bakal bantuin aku."
"Iya janji, tapi apa dulu?"
"Bantuin aku, buat nembak Hani teman kelas kamu. Gimana?"
Satu kalimat yang sangat membuat hati kecil Nindy hancur semua harapannya kini telah pupus. Kisah manis yang telah terukir bersama Angga selama ini seakan berubah pahit seketika mendengar perkataan Angga barusan.
Nindy baru menyadari cintanya bertepuk sebelah tangan. Malam yang indah akan pemandangan tadi seolah menjadi hampa. Rasanya ingin segera pergi dari tatapan Angga namun Nindy tak akan mungkin meninggalkan sahabatnya Angga sendirian.
"Oke. Bestfriend gak akan ingkar janji" jawab Nindy menjulurkan kelingkingnya kepada Angga sambil menahan air mata dan langsung memalingkan wajahnya. Dan pergi ke sebelah tenda untuk memasak. Menawarkannya kepada Angga namun Angga malah memperlihatkan ponselnya dengan foto Hani kepada Nindy. Sakit yang tak bisa terbayangkan dibuat remuk seluruh hatinya, namun harus tetap tersenyum demi sahabatnya.
Paginya mereka melanjutkan perjalanan menuju puncak. Perjalanan yang awalnya sangat dinikmati oleh Nindy sekarang seakan membuatnya tersayat menahan sakit yang begitu hebatnya.
"Coba kamu lihat, di sekeliling aku ini. Demi kamu aku rela menginjakkan kaki di sini. Hani, I Love You"
Berakhirnya kalimat Angga dan Nindy menyerahkan ponsel Angga setelah ia merekam Angga yang mengutarakan rasanya kepada Hani melalui rekaman itu. Tanpa berkata apapun Nindy langsung menggendong tasnya dan berjalan turun tanpa memedulikan Angga. Hati Nindy sudah sangat hancur dia membutuhkan kesendirian saat itu.
"Nindy! Nindy!" panggil Angga dan berjalan ingin menyusul Nindy. Namun Nindy terus berjalan dengan rasa sesak di hatinya.
"Bruk agh..." Suara Angga terjatuh dan ternyata kakinya membentur batu membuat Nindy khawatir dan mendekati Angga.
"Kamu kenapa sih, aduh" sambil menaikan celana Angga untuk melihat keadaan kaki Angga yang ternyata patah. Nindy dengan sigap mencari ranting pohon untuk diikatkan sebagai bidai, dan menatih Angga berjalan untuk turun ke pos terdekat serta menggendong dua beban tas di pundaknya dengan suasana hati yang sudah tak baik-baik saja itu. Sampai ada dua orang pendaki melihat mereka dan membantu mereka hingga turun ke base camp. Dibaringkannya Angga yang ternyata sudah setengah sadar karna menahan rasa sakit pada kakinya.
"Hani... Hani..." ucap Angga tak sadar.
Nindy yang mendengarnya merasa semakin sakit dan sudah tak tahan lagi untuk menahan air matanya. Mencoba untuk tetap tegar menghadapi kenyataan pahit, Nindy mulai menata ketegaran, mengambil ponselnya untuk menghubungi Hani mengabarinya tentang keadaan Angga saat itu. Penantian detik demi detik menjadi menit dan menjadi jam kedatangan Hani untuk menjemput Angga.
Hani yang datang kala itupun langsung menghampiri Angga mengusapnya hingga tersadar. Tak lama Angga menunjukan hasil video kala di puncak kepada Hani, mereka tersenyum dan tertawa tanpa memedulikan Nindy.
Nindy hanya dapat tersenyum menahan sakit dan berjalan menjauh. Tenggelam dalam kesendirian menikmati perih serta sesaknya rasa sakit. Berteman duduk menghadap pemandangan indah dan sejuknya angin Nindy merobek buku diarynya, dilipatnya menjadi sebuah pesawat kertas dan juga dengan foto lama bersama Angga dan ia menerbangkannya, terbiarkan terbawa angin menandakan segalanya sudah pupus saat itu.
Biodata Penulis:
Ergis Pristya Ardana lahir pada tanggal 23 Mei 2003 di Banyumas, Jawa Tengah. Saat ini Ergis aktif sebagai mahasiswa Universitas Islam Negeri Prof. KH. Saifuddin Zuhri Purwokerto (Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan). Selain itu, Ergis juga aktif dalam Komunitas Guru Belajar Nusantara Kabupaten Banyumas.