Atas Nama Cinta dan Persahabatan

Cerpen ini mengisahkan perjalanan cinta seorang gadis bernama Senja, yang baru merasakan cinta di usianya yang masih muda. Berlatar di sebuah ...

Dalam sebuah kehidupan banyak rintangan yang akan dilewati, baik itu panas api yang menyala atau air yang menenggelamkan. Angin-angin yang menjatuhkan daun rimbun tidak peduli mengotori tanah yang gersang dan merepotkan.

Tuhan telah memberikan karunia pada semua makhluk dengan adil dan bijaksana. Setiap makhluk memiliki perbedaan yang hakiki, seperti dua orang yang sedang jatuh cinta. Setiap rasa cinta yang ada adalah pemberian sang pencipta begitu indahnya. Orang yang sedang jatuh cinta harus siap untuk merasakan rasa sakit, cinta sejati tidak menunggu balasan karena cinta itu ingin melihat yang dia cintai bahagia baik dengan dirinya atau yang lain. Tapi kesempurnaan cinta ketika kita bisa memiliki yang kita cintai.

Terkisahkan sebuah perjalanan cinta yang berakhir dengan persahabatan. Dia adalah seorang wanita yang tinggal di asrama yang terletak di sebuah desanya sendiri dan hidup dengan kesederhanaan. Seumur hidupnya tidak pernah merasakan apa itu cinta. Namun pada suatu waktu ia akhirnya merasakan apa itu cinta.

Atas Nama Cinta dan Persahabatan

Sebelum adzan subuh berkumandang, Senja sudah bangun dari tidurnya melakukan kebiasaan yang dilakukan. Embun pagi menyelimuti daun-daun di sekitar asrama, burung-burung pun ikut berkicau dengan merdunya.

Lantunan ayat-ayat suci Al-Quranlah yang biasanya Senja dengar di pagi hari. Kemudian ia bersiap-siap untuk duduk di hadapan sang guru mendengarkan segala yang diucapkan yang diambil dari sebuah kitab.

Raja Siang pun mulai nampak dari ufuk timur dengan cerianya. Waktunya Senja untuk merebahkan badannya di sebuah karpet nyaman yang biasa digunakan bersama teman-temannya. Setelah sang Raja Siang pergi masih banyak kegiatan yang harus dilakukan. Sampai bintang-bintang datang bersama rembulan yang menerangi gelapnya malam. Semua itulah yang dilakukan setiap harinya meskipun lelah demi cita-cita yang diinginkan. Untunglah Senja mempunyai banyak teman yang sangat peduli, selalu berbagi kebahagiaan dan kesedihan bersama.

Senja yang sedang duduk di dalam mushola tiba-tiba datang seorang teman yang menghampirinya.

“Senja!” panggil salah satu temannya.

Senja menoleh ke arahnya.

“Ada apa Bintang? Kau memanggilku dengan terburu-buru”

“Sang guru memanggilmu, datanglah padanya” ucap Bintang.

Senja pun mendatangi sang guru dengan merunduk-runduk. Di dalam hatinya ada rasa cemas dan takut apa yang akan terjadi. Di hadapan sang guru ia menundukan kepala menunggu apa yang akan dikatakan oleh sang guru.

Ternyata bukan hanya ia yang dipanggil, ada satu lagi temannya yang sudah dulu datang. Perbincangan tidak terasa sudah hampir satu jam. Hal yang disampaikan oleh sang guru ialah bahwa Senja dan temannya diperintahkan untuk membantu mengajar di TPQ yang berada di desanya.

Setelah adzan ashar Senja dan temannya berangkat dengan menggunakan sepeda, sesampainya di sana ia bertemu dengan ustadzah dan anak-anak muridnya. Takut menyelimuti pikiranya, karena baru pertama kalinya merasakan ini. Ia dan temannya disuruh untuk memperkenalkan diri.

Setelah mereka memperkenalkan diri, kemudian dijelaskan oleh ustadzah bagaimana proses belajar mengajar di sana. Karena baru pertama kali mereka belum melakukan pembelajaran dan setelah dijelaskan kemudian mereka pulang.

Dulunya sebelum mereka, ada orang lain yaitu teman Senja sendiri yang bernama Sunup. Sunup adalah seorang pria yang juga tinggal di asrama. Asrama Senja dan Sunup berdekatan hanya saja terhalang oleh rumah tempat tinggal sang guru. Senja dan temannya menggantikan Sunup karena kesibukan Sunup yang membuat ia tidak selalu bisa hadir untuk membantu mengajar. Tapi meskipun begitu ia selalu menyempatkan waktu untuk mengajar.

Sore hari berikutnya Senja dan temannya kembali lagi ke TPQ dengan mengayuh sepeda. Sesampainnya di sana anak-anak telah menunggu dengan penuh kegembiraan. Kegiatan mengajar pun dilakukan, mereka sadar ternyata mengajar anak-anak itu menyenangkan meskipun semua anak memiliki sifat yang berbeda.

Butuh kesabaran dalam menangani kelucuan, kenakalan, dan kepintaran setiap anak.

“Mba! Mba!” ucap salah satu anak.

“Kenapa De ada yang bisa Mba bantu?” Senja membalas panggilan anak itu dengan ramahnya.

“Nga Mba cuma manggil aja” anak itu mengucapkan dengan lucu dan berniat untuk menggangu.

Senja hanya tersenyum melihat tingkah anak didiknya yang sangat menggemaskan.

Setelah beberapa hari Senja dan temannya mengajar, suatu hari Sunup datang untuk melihat keadaan di sana. Sunup melihat mereka belum pandai dalam mengajar dengan senang hati ia mengajari mereka bagaimana caranya agar anak-anak memperhatikan ketika pembelajaran berlangsung.

Waktu itu sedang membahas tentang caranya praktek wudhu dengan benar. Sunup memerintahkan anak-anak untuk berdiri dengan sabarnya ia mengajari satu persatu.

Senja dan temannya hanya berdiri di samping mereka, dalam hati Senja begitu malunya ia yang belum bisa seperti Sunup. Bahagiannya melihat anak-anak sangat akrab dengannya sampai-sampai Senja melamun entah memikirkan apa dan tak sadar bahwa Sunup datang menghampirinya.

“Bagaimana rasanya mengajar anak kecil?” tanya Sunup pada Senja.

Senja yang masih terbawa oleh lamunannya tidak mendengar apa yang dikatakan Sunup.

“Senja!” kata temannya menyenggol tangan Senja.

Sunup mengulangi perkataanya lagi.

Mereka pun berbincang-bincang mengenai bagaimana rasanya mengurus anak-anak dengan cara yang efektif. Setelah selesai mereka pun pulang ke asrama dengan kendaraan masing-masing.

Sebelum pulang mereka berpamitan pada Ustdzah. Sesampainya di asrama Senja dan temannya langsung mengikuti kegiatan takror di kelas madinnya masing-masing. Begitu damainya lantunan hafalan bait-bait nadzom yang dikumandangkan. Semua hati pasti merasa senang dan mendengarkan dengan nikmatnya.

Beberapa hari Sunup sering datang untuk melihat bagaimana proses pembelajaran. Kala itu ketika ia datang ternyata Senja datang seorang diri, dan sedang mengajar di dalam mushola.

Senja tidak menyadari kedatangan Sunup, yang sejak ia datang berdiri di samping pintu melihat Senja mengajar. Ketika tidak sengaja menoleh dan melihat Sunup yang sedari tadi memandanginya, ia pun hanya tersipu malu.

Hati Senja merasakan ada sebuah rasa yang tidak pernah ia rasakan begitu luar biasanya sampai-sampai tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Raut wajah Sunup ternyata juga melambangkan ada suatu hal yang tersembunyi tanpa ia sendiri sadari akan adanya hal itu.

Bukan hanya satu kali terjadi namun beberapa kali. Senja bukanlah tipe orang yang langsung akrab dengan orang lain meskipun Sunup adalah teman lamannya ia jarang berkomunikasi denganya. Tapi tanpa menunggu waktu lama mereka sudah lebih saling akrab, karena sering bertemu.

Di suatu hari, sesaat setelah selesai pembelajaran yang kala itu hanya ada Senja dan Sunup.

“Bagaimana Senja menyenangkan bukan?” ucap Sunup.

“Emmm… ya begitulah” balas Senja dengan gugup.

“Begitu bagaimana?” Sunup bertanya lagi dengan senyum tipis.

“Awal pertamakali di sini memang sedikit bingung, bagaimana mengajar dengan baik dan akhirnya setelah beberapa hari belajar darimu aku bisa melakukan yang setidaknya bisa aku lakukan” ucap Senja sambil menatap wajah Sunup.

“Syukurlah kalau sudah bisa” kata Sunup dengan raut wajah bahagia.

Waktu berjalan begitu cepat tidak terasa sudah hampir satu tahun. Tepatnya di bulan November adalah ulang tahun Senja, segala doa dan ucapan dari teman-temannya mengucapkan dengan penuh kebahagiaan.

Tanpa Senja tahu teryata anak-anak menyiapkan sebuah kejutan, mereka dibantu oleh Sunup.

Setelah selesai pembelajaran anak-anak membawakan sebuah kue coklat yang di atasnya terdapat lilin tulisan angka 18. Sunup hanya membantu anak-anak dengan membelikan mereka sebuah kue itu. Seperti bunga yang sedang bermekaran wajah Senja, begitu bersyukur masih memiliki orang-orang yang menyanyanginya. Kemudian, foto bersama dengan anak-anak sebagai kenangan.

“Selamat ulang tahun Mba, semoga panjang umur” ucap salah satu anak didiknya.

“Terimakasih semua, kalian memang anak-anak yang hebat” balas Senja dengan gembiranya.

Dalam hati Senja terharu dengan apa yang dilakukan oleh anak-anak, ia ingin memberikan sesuatu untuk membalas budi. Di perjalanan pulang ke asrama ia terus terpikir begitu baiknya orang-orang yang belum lama dikenal akan tetapi mereka memberikan suatu kejutan istimewa.

Setelah dia tahu dalam kejadian itu terdapat campur tangan Sunup, rasa yang aneh pun mulai ia rasakan. Mungkinkah itu rasa suka atau semacamnya, hanya Senja yang tahu. Sering kali ia memikirkan Sunup sehinnga tanpa dia memikirkannya kadang terlintas begitu saja. Dan setiap kali terlintas ada rasa bahagia yang sangat mendalam dalam hati Senja.

Semakin lama semakin rasa itu tumbuh dengan sendirinya, karena kedekatan yang tanpa sengaja.

Apakah Sunup merasakan hal yang sama seperti Senja? Sunup juga bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Apakah yang aku rasakan ketika bertemu dengan Senja? Rasa yang tidak dapat dimengerti. Senja dan Sunup mungkin memang tidak menunjukkan apa yang mereka rasakan akan tetapi keduanya menunjukan tingkah laku yang sama-sama anehnya.

Semua yang dialami Senja dan Sunup mulai bertambah dengan adanya dukungan dari mahaguru yang secara diam-diam membicarakan perihal Senja dan Sunup. Mahaguru menginginkan agar mereka bisa bersatu kelak saat masanya sudah tiba. Ternyata mereka masing-masing sudah diberi isyarat dengan cara yang berbeda. Sampai pada akhirnya menimbulkan rasa ingin tahu Sunup yang semakin mendalam, lalu pada suatu kesempatan ia ingin membicarakan tentang hal ini dengan Senja.

Sunup memberanikan diri untuk bertanya pada Senja apakah ia mau untuk membicarakan suatu hal yang penting. Senja sedikit ragu dengan hal itu karena ia tidak pernah melakukan ini sebelumnya ke siapapun. Tapi pada akhirnya ia mau dengan keinginan Sunup karena ia juga penasaran apa sebenarnya yang ingin Sunup katakan.

“Kring.. kring.. kring…” suara bunyi telfon Senja.

Senja mEncari sebuah tampat yang sepi jauh dari keramaian.

Setelah lama berbincang keduanya sama-sama mengerti apa yang diinginkan oleh mahaguru. Meski begitu mereka hanya ingin memastikan bahwa mereka memiliki rasa yang sama dan belum ingin membahas lebih dalam lagi.

Hari terus berlalu rasa suka antara mereka pun bertambah, apalagi dengan banyaknya acara yang membuat mereka lebih sering bertemu. Walau hanya saling memandang dari kejauhan mereka sangat bahagia.

Apakah itu yang disebut cinta begitu indahnya jika dirasa. Tanpa melampaui batas yang ada mereka tetap menjaga posisi yang mereka miliki.

Setelah sekian lama semua itu terjadi pada akhirnya mereka harus saling terpisahkan tidak bisa lagi memandang walau dalam kejauhan. Bukan mereka tidak saling suka lagi, tapi karena keadaan yang harus mereka pilih.

Sudah dua tahun Senja dan Sunup lulus dari Madrasah Aliyah dan keduanya sama-sama tidak melanjutkan kuliah tapi mereka mendahulukan bakti di asrama. Semua dilakukan agar mendapat ilmu yang berkah dan bermanfaat.

Senja telah memutuskan untuk kuliah dan sudah diterima di salah satu universitas di kota terdekat. Sunup juga telah menentukan dimana ia akan kuliah, namun berbeda dengan Senja. Jarak semakin jauh, Senja dan Sunup akan jarang untuk bertemu.

Inilah yang harus dihadapi mereka. Begitu banyak rintangan yang harus mereka lewati. Bagi Senja meninggalkan desanya apalagi dengan anak-anak yang belum lama ia kenal harus berpisah.

Tiba akhirnya mereka harus berpisah, meski memang mereka belum bersama, hanya saja setidaknya tinggal di tempat yang berdekatan. Sekarang harus berpisah jauh, harus melewati jalan yang ramai akan bisikan gerungan mesin.

Waktu berlalu dan sudah satu bulan mereka tidak saling memandang.

Pada suatu kesempatan Sunup dan Senja mengadakan janji untuk bertemu. Perbuatan yang mungkin tidak dapat dikendalikan oleh orang yang sedang jatuh cinta. Senja pun merasa pada dirinya sendiri apakah yang dilakukannya benar? Tapi hatinya tetap ingin bertemu dengan Sunup, karena sekian lamannya tidak bertemu.

Akhirnya mereka pun bertemu dan berbincang-bincang di bawah atap yang berisik karena butiran air turun dengan ramainya.

Setelah pertemuan beberapa hari silang, mereka masih menjalani hidup mereka masing-masing. Namun mungkin karena kesibukan mereka dan saling tidak percaya satu sama lain, kadang sering terjadi perselisihan. Secara tidak sengaja mereka sudah saling memaafkan. Kejadian seperti ini pastilah sering dirasakan oleh orang yang menjalani hubungan jarak jauh.

Pada akhirnya mereka mengakhiri hubungan yang mereka pegang tanpa ada awal dan tanpa ujung yang pasti. Perasaan mungkin masih tersimpan pada hati mereka, tapi biarlah rasa cinta yang diberikan oleh sang pencipta terpendam menunggu takdir yang tepat untuknya. Meskipun begitu mereka tetap menjaga tali silahturahmi sebagai sahabat sejati.

Rasa sedih ataupun sakit mereka harus menerimanya, karena salah satu yang mereka ambil agar sama-sama memfokuskan tujuan meraih cita-cita yang diinginkan. Taruhlah cinta suci untuk benar-benar orang yang telah ditakdirkan, meskipun harus memberikan kepada orang lain tapi itulah hukum alam yang terjadi.

Biodata Penulis:

Fadliyah wahyuni khasanah

Fadliyah Wahyuni Khasanah lahir pada tahun 2001. Ia pernah menempuh pendidikan di SDN 2 Tinggarjaya, SMPN 1 Jatilawang, MA Al-falah Jatilawang.

Fadliyah saat ini aktif sebagai mahasiswi di UIN Prof. KH. Saifuddin Zuhri Purwokerto. Ia mengambil program studi Pendidikan Agama Islam.

Fadliyah merupakan anggota aktif UKM EASA (English Arabic Student Association).

Menulis adalah suatu hal yang menyenangkan akan tetapi sering kali menjadi keluhan bahwa menulis itu membosankan. Bagi seseorang yang suka dengan menulis semua ide-ide yang dipikirkannya dituangkan dalam setiap kata yang bermakna. Semoga cerpen ini dapat memberikan manfaat bagi para pemuda bahwa keindahan cinta itu bisa dimiliki hanya oleh orang yang tepat.

© Sepenuhnya. All rights reserved.