Sepulang sekolah, seorang anak dari pelosok desa yang bernama Ahmad biasanya selalu ceria dan bersuka ria bersama teman-temannya, namun di hari itu dia terlihat lesu dan cemas seakan tidak memiliki rasa semangat, seorang anak yang terlahir dari keluarga yang sangat berkecukupan itu pun melamun memikirkan kehidupannya yang serba pahit, tidak seperti teman lainnya yang hidup asik dan bahagia.
Ahmad selalu memiliki permasalahan dalam hidupnya, dia selalu menutupi hal itu sampai pada akhirnya Ia merasa lelah dan putus asa, saat Ahmad sedang melamun memikirkan kehidupannya, datanglah seorang pria tua sambil membawa kopi yang sangat pahit, pria tua itupun bertanya kepada Ahmad, "Ada apa, Nak? Sepertinya kamu sedang sedih dan cemas" tanya pria tua itu.
"Saya sedang memikirkan kehidupan saya yang serba susah dan pahit, Pak" jawab Ahmad.
Pria tua itupun tersenyum sambil menyuruh Ahmad untuk meminum kopinya.
"Minumlah kopi ini" ujar pria tua tersebut.
Ahmad pun meminumnya sambil berkata, "Pahit sekali kopinya, Pak" heran Ahmad.
Lantas pria tua itu mengajak Ahmad ke samping sungai dan mengucurkan kopi tersebut ke sungai, pria tua itu menyuruh Ahmad untuk meminumnya kembali, dan bertanya:
"Gimana rasanya? Pahit" tanya pria tua tersebut.
Ahmad menjawab, "Segar, Pak "
Sambil tersenyum dan merangkul pundak Ahmad pria tua itu berkata, "Nak, dengarlah, pahitnya kehidupan sama seperti secangkir kopi tadi, tak lebih dan tak kurang jumlahnya, rasa pahitnya pun sama dan akan tetap sama, tapi ingat kepahitan yang kita rasakan tergantung dari wadah yang kita miliki. Luaskanlah dan perbesar kapasitas hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu. Hati kita adalah wadahnya, jangan jadikan hati kita seperti gelas, tapi jadikan hati kita seperti sungai ini sehingga dapat menampung segala kepahitan itu dan menjadikannya segar dan terus mengalir" ujar pria tua tersebut.
Ahmad pun tersadar dan kembali tersenyum setelah mendengar ucapan pria tersebut, Ahmad sadar bahwa kepahitan dalam hidup pasti selalu ada, dia sadar bahwa rasa syukur bisa merubah kepahitan tersebut menjadi berkah, dan menjadikannya bisa lebih semangat dalam menjalani kehidupan, Ahmad pun pulang dan kembali lagi tersenyum seperti semula, melupakan segala kesedihan dan kepahitan yang ada, dan merubahnya menjadi sebuah motivasi untuk selalu bersemangat dan tak mudah pantang menyerah dalam menghadapi kehidupan.
Biodata Penulis:
- Amelia Solikhatun lahir pada tanggal 16 Mei 2002 di Banyumas. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa di UIN PROF. K.H. SAIFUDDIN ZUHRI PUWOKERTO (Jurusan Pendidikan Agama Islam). Amelia gemar membaca buku sejak duduk di bangku SMA.