Aku tak berdaya saat mendengar kabar Sonia yang pergi menikah dengan yang lain dan tidak pernah mengabari sedikit pun. Waktu itu aku ingin berteriak menumpahkan segala kesedihanku. Sumber kebahagiaanku hilang tergantikan oleh kesedihan.
Sudah 1 tahun lebih aku tak bisa menepis semua tentang dirinya dan saat itu pula aku telah mempermainkan dan menyakiti perasaan orang yang mencintaiku. Sudah ke-15 kali aku pacaran, tetapi selalu kuputuskan.
"Vil, kamu masih belum bisa melupakan Sonia? Sudahlah dia tak mungkin kembali. Ia sudah bahagia, harusnya kau ikut bahagia juga," kata Aditya sahabatku. Aku hanya mengangguk pelan kemudian kembali diam dengan pikiranku yang kacau.
"Vil, aku punya kenalan baru, namanya Riska. Mungkin, ia bisa membuatmu melupakan Sonia. Ia cantik loh ramah pula," kata Aditya berusaha memberikan harapan baru kepadaku. Aku mendesah pelan mendengarnya.
"Kenapa, Vil? Kamu gak suka?" kata Aditya melihatku.
"Emangnya kalau kenalan sama cewek lagi bakal ada sesuatu yang menarik?"
"Bukan begitu, aku udah janjian di sini juga, Ia pasti ke sini kok. Nanti aku kenalin, kamu pasti suka."
"Bodoamat, aku lagi gak pengen... Woke!! Sip gas slurr!!" Sahutku semangat bangkit dari tempat duduk. Aditya ikut tertawa melihat tingkahku.
"Eh, Riska udah dateng tuh." Katanya membuatku menoleh. Aku menatap cewek itu, cantik juga sih. Riska semakin mendekati kami. Ia tersenyum manis.
"Hai, Dit," sapa Riska ramah sambil melirikku.
"Ris, kenalin ini sahabatku, Evil" kata Aditya mulai memperkenalkanku, aku menjabat uluran tangannya sambil menyebut nama masing-masing.
"Evil"
"Riska," Sahutnya tersenyum padaku.
"Ya udah aku mau ke sana dulu ya, kalian nikmati berdua," kata Aditnya melangkah pergi. Aditnya emang pengertian banget pokoknya.
Lama kita berbincang, aku seperti merasakan sesuatu. Benih-benih cinta muncul begitu saja.
"Ris, sepertinya aku percaya cinta pada pandangan pertama," kataku.
"Hah? kamu ngomong apa sih?" Sahutnya tersenyum.
"Kenapa? Ada yang salah di mataku?" Katanya bingung karena aku terus melihat matanya.
"Aku sudah melihat, bola matamu, berkilauan. Keindahan bola matamu serasa bisa menghentikan segalanya, bahkan waktu juga. Jantungku juga, sekarang, terasa akan berhenti. 24 jam tidaklah cukup, aku mau terus seperti ini. Selamanya, aku ingin terus menatapmu" Kataku membuatnya tersipu.
"Duhhh, kamu kenapa, Vil?" Tanyanya tersenyum.
"Ketika senyuman indahmu terbentuk, aku seperti sudah tersambar oleh petir." Lanjutku.
"Ya ampunn, Vil. Jangan gomball," Katanya sudah tenang dari sedihnya.
Aku meraih tangan Riska, lalu memegangnya dengan kedua tanganku.
"Aku sama sekali tidak gombal, aku mengatakan yang sebenarnya. Aku yakin Da Vinci juga, seharusnya tidak membuat Monalisa, dia pasti menyesal karena tidak menggambarmu."
"Mungkin, lebih baik kita bersama untuk mencari kebahagiaan kita. Aku akan selalu mencintaimu. Kamu bisa kan membagi cintamu padaku?" Kataku.
"Ya ampun apaan sih, kamu kenapa, deh?" Tanyanya bingung sambil tersenyum lebar.
"Would you be my girlfriend, Riska? I love, when I first saw you," Riska tersipu, ia tersenyum menatapku. Riska mengangguk pelan dan tak mampu mengucapkan apa-apa lagi.
Kami terdiam lama menikmati kebahagiaan yang datang pada kami. Mulai hari ini, lembaran hari-hariku akan diisi dengan kebahagiaan baru yang sudah ada di depanku.
Selepas Sonia pergi, semuanya telah berubah. Banyak kejadian yang telah mengubahku dan hidupku. Kini aku sudah merelakan kepergian Sonia. Aku telah mencintai dan dicintai Riska. Semuanya pasti akan berlalu, kesedihan akan tergantikan oleh kebahagiaan, waktu akan menjawab semuanya.
Penulis: Nisrina Qurrotul 'Aini