Pada Waktunya, Cinta Akan Saling Menemukan

Cerpen ini bercerita tentang Rival, seorang mahasiswa yang mengalami hari buruk setelah terlambat mengikuti ujian semester. Saat mencoba ...

Cinta sama halnya dengan hidup, penuh misteri. Mereka seperti beriringan, memberi tirai kejutan untuk orang-orang yang percaya. Sebab, kekuatan sebesar itu, cinta tak pernah tumbuh sia-sia.

Sebuah hari yang menjengkelkan. Sebelum pulang, Rival hendak menenangkan diri sejenak di taman depan kampus. Duduk takzim merenung sembari angin dengan lancang membelai wajahnya yang bermuram durja. Hari ini, Rival terlambat untuk mengikuti ujian semester mata kuliah Bahasa Inggris. Ia merancau sendiri dengan membatin lirih betapa hari ini tidak begitu beruntung. Tentu hari buruk siapa yang tahu. Cekalalah! Mengakibatkan ia tidak dapat mengikuti ujian dan Rival tahu hasilnya bahwa semester depan terpaksa mengulang mata kuliah tersebut.

Beberapa menit berlalu, petang mulai lindap dengan cahaya bergerak lambat menuju sore yang mendatangkan semburat jingga menyentuh rumput. Lembut dan hangat. Ketika Rival mendikte sekitar yang ramai di area parkir kampus. Tak jauh dari area parkir tersebut, tiada sengaja, ia melihat seorang gadis cantik berkacamata, berkerudung warna merah muda yang mendominasikan keberadaannya di sana.

Pada Waktunya, Cinta Akan Saling Menemukan

Kini, Rival terfokus ke arahnya, lurus menangkap wajah gadis yang sibuk sendirian itu, semacam sedang menulis sesuatu—sampai sedemikian kedap suara di sekitar baginya. Lamat-lamat, Rival pun seketika menyadari bahwa gadis itu, Sarah, teman sejurusannya. Tidak salah lagi, dari hidung pesek dan bulatan bola mata yang sedikit sayu, Rival dapat mengindentifikasinya. Karena penasaran, Rival perlahan-lahan menghampiri.

"Tampaknya sibuk."

"Lumayan."

"Lagi menunggu seseorang?"

"Tidak."

"Boleh aku duduk di sini?"

"Tentu."

Diam mengantarkan Rival pada kecanggungan. Sarah yang seolah-olah bersikap cuek, membuat Rival sukar menemukan celah untuk membangun obrolan. Tak lama kemudian, tiba-tiba Sarah bertanya.

"Menurutmu, apakah cinta dalam diam itu mesti diungkapkan atau malah tetap disimpan rapat di hati?"

Rival tertegun, sontak menjawab sebisanya, "Ya. Kau tidak akan tahu, bahwa hidup yang penuh misteri ini menyimpan kejutan yang menakjubkan. Maksudku, kau bisa saja bertahan dengan perasaan tersebut, tetapi hidup cuma sekali, kenapa tidak kaucoba ungkapkan? Menurutku, tidak ada salahnya perempuan mengungkapkan perasaannya duluan. Sebab, semua perasaan adalah eksistensi yang layak dipertimbangkan. Setidaknya, kau berani jujur dan mendapatkan jawaban sebelum segalanya hanya tinggal kenangan belaka."

"Oh, ya. Baiklah."

"Apa? Terlalu diplomatis tanggapanku?"

"Tidak. Kau benar. Sebaiknya aku ungkapkan saja."

"Ya. Jangan sampai kau menyesal."

Sarah meninggalkan secarik kertas tepat di sebelah Rival, lantas beranjak pergi menjauhinya yang kian nanar.

"Hai, ke mana? Apa aku menyakitimu?"

"Aku sudah melakukannya."

"Hah?! Melakukan apa? Hai."

"Di kertas itu. Lihatlah!"

Bersama sisa kebingungannya, Rival mengambil secarik kertas tersebut, khidmat ia baca, kemudian memahaminya. Rival mengernyut dahi, lalu bergeming sejurus lamanya atas apa yang termaktub di dalam tulisan itu.

"Hari ini, kau terlambat masuk kelas dan tidak mengikuti ujian semester. Aku merasa empati dari raut wajahmu agak kecewa, tapi apa boleh buat. Kita cukup sering bertemu karena memang satu jurusan. Aku tak terlalu cakap berkomunikasi apalagi denganmu yang jadi penyebab degup jantung, tentu itu pula sebabnya sekadar menyapa, senyum tanggung yang bisa kuandalkan.

Jujur, rentang waktu setahun, aku senantiasa mencari tahu tentangmu dan memperhatikanmu dari jauh. Kau menyukai kacang panggang dan bakso. Kau tidak suka makan udang. Buku favoritmu adalah Way to Live Forever karya Sally Nicholls.

Barangkali aku diselimuti gengsi dan terkungkung premis patriarki soal perasaan perempuan, hingga mencintaimu hanya mampu lewat doa. Namun, jika ada sebaik-baiknya kesempatan, maka sesederhana kalimat aku beranikan diri untuk bilang, aku mencintaimu, Rival. Sungguh."

Benar-benar Rival tak menyangka, hari ini, meski menjengkelkan justru ia mengetahui seseorang yang sejak dulu ia suka tatkala hari pertama masuk kuliah, ternyata juga suka bahkan mencintainya dalam diam. Sebuah kebetulan yang tidak disengaja sekaligus menyenangkan.

Zikri Amanda Hidayat

Biodata Penulis:

Zikri Amanda Hidayat dapat dipanggil secara akrab Izik. Lahir di Koto Rawang, Lengayang, Pesisir Selatan pada tanggal 2 Agustus 1999. Buku yang telah terbit Sehimpun Rasa (Gupedia, 2021), Rentetan Tulisan tentang Konsekuensi Cinta (Guepedia, 2021) dan Tak Benar-Benar Utuh (An-Nur Media, 2022). Penulis bisa disapa di Instagram @bhang_izhik

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Silvi, Ustadzah, Hafidzah, Friendly, dan lainnya, mungkin itu sebagian kecil sebutan buat aku yang telah menginjak status mahasiswa di sebuah Universitas Islam Negri Prof. K. H. Sa…
  • Cinta sama halnya dengan hidup, penuh misteri. Mereka seperti beriringan, memberi tirai kejutan untuk orang-orang yang percaya. Sebab, kekuatan sebesar itu, cinta tak pernah tumbuh…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.