“Jaga pikiranmu untuk tetap positif, karena pikiranmu akan menjadi perilaku dan nilai dirimu.”
Di tengah gulita malam tanpa rembulan, hening dan menakutkan, hanya cukup berisik dengan suara pekikan wanita malam. Dia berjalan pelan dan menggigil. Tersorot kerlip lampu mobil dan motor yang sesekali melintas. Tubuh indah dan molek, paras cantik jelita. Rambut bergelombang terurai panjang. Kaki dan tangan kurusnya telanjang tak tertutup oleh busana. Mencangking sepasang sepatu merah hak tinggi.
Lembabnya jalanan seusai hujan dan dinginnya malam, menyelimuti sekujur tubuh. Membuat Sarah, seorang pelacur (Pekerja Seks Komersial) sia-sia mencari kehangatan. Dia nampak berusia 17 tahun. Kurus dan usia belianya, menjadi bukti kekerasan dan tekanan hidup yang dialaminya. Seorang gadis yang berjuang untuk tetap hidup dengan segala cara ia lalui dan apapun pekerjaannya akan tetap ia lakukan, demi sepeser uang. Ini bukan lagi tentang masalah halal dan haram. Namun, antara hidup atau mati!
Nasibnya sama seperti ibunya. Sarah tidak pernah tahu mengenai sosok ayahnya, dimana dan apakah ayahnya masih hidup? Tamparan keras akan mendarat di pipinya apabila ia menanyakan sosok ayah kepada ibunya. Kini, dia buta akan keberadaan ibunya. Ibu yang selalu memberikan ia kasih sayang. Selalu menceritakan pengalaman terbaik walaupun ibunya pula seorang pelacur. Mana ada seorang ibu yang tega menggariskan jalan hidup yang sesat untuk anaknya. Ibunya pergi meninggalkan ia setelah usianya beranjak 17 tahun. Tak tahu-menahu apa alasan ibunya meninggalkan Sarah.
Banyak pria hidung belang yang ingin sekali mencicipi tubuh Sarah. Namun, jika tidak ada uang, maka mustahil Sarah akan melayaninya. Meskipun tarifnya mahal, tetap saja, ada banyak pria yang rela merogoh saku dalam-dalam hanya untuk mencicipi tubuh molek Sarah.
Dengan tarif mahalnya itu, Sarah kini memiliki kekayaan yang berlimpah. Sarah memiliki impian yang besar akan harta. Dia hanya memikirkan kepuasan dunianya saja. Dia menginginkan singgasana yang mewah layaknya istana. Dan memiliki uang yang berlimpah-ruah untuk dia habiskan di masa hidupnya.
Suatu ketika, di mall yang jaraknya tak jauh dari tempat Sarah tinggal. Ia merasa ada yang sedang mengintainya. Sosok tampan dan terlihat perilakunya yang santun. Mata dan muka pria itu terlihat curi pandang dengannya. Ya! Sarah sangat yakin, pria itu tertarik dengan kemolekan tubuhnya. Tak menunggu waktu lama, Sarah mendekati pria itu dan melebarkan senyum, seraya berkata, “Apa yang kamu inginkan dariku?” lemah gemulai ia bertanya.
Nampaknya pria itu sangat grogi. Mematung berdiri memegang tali tas selempangnya. Sarah terus merayunya. Dia kira, pria itu akan tertarik dan memakainya sebagai teman tidurnya dengan bayaran yang fantastis.
“Apa yang ingin kau katakan? Apakah kau tertarik padaku? Dengan kecantikanku ini?” kata Sarah dengan terus menggodanya.
“Siapa namamu?” Sarah bertanya dengan mengulurkan tangan dan jari jemari dengan kuku yang merah merona. Pria itu sedikit gugup dan terbata-bata menyebut namanya.
“Ang... Ang...”
“Ang? Ang siapa? Angkasa? Atau siapa, ganteng?” tanya Sarah dengan terus menggoda.
“Angga.” jawab pria itu yang bernama Angga.
“Ooh, Angga. Aku Sarah.” Sarah menjulurkan tangan kembali. Namun, kosong, tak terbalas oleh Angga.
“Baiklah. Apakah kau sangat lelah? Mari ikut aku ke rumahku, nanti lelahmu pasti hilang. Aku akan melayanimu.” Sarah menggoda Angga dengan lembut halus tangan Sarah yang menyentuh lengannya.
Angga mengangguk dengan pelan tanda dia menyetujui ajakan Sarah. Sarah langsung membawa Angga ke mobilnya dan membawa pria itu dalam buaian nafsunya.
Setelah tiba di depan gerbang rumah Sarah. Sarah mengajak Angga untuk masuk dan duduk di sofa ruang tamunya. Dia menyuguhkan minuman untuk Angga. Sarah terus menggoda Angga dengan duduk di sampingnya, di atas lengan sofa. Tangannya mulai menjalar dari pundak sampai pada dada bidang Angga, sembari berbisik, “Aku akan melayanimu, apa yang kau inginkan, sayang?”
“Apakah kau akan meminta bayaran padaku?” Angga bertanya dengan memegang tangan Sarah.
“Itu pasti, Angga. Tapi tenang, aku akan melayanimu dengan baik. Aku akan senang sekali dapat melayanimu.”
“Bagaimana aku bisa membayarmu? Aku tidak membawa uang sepeserpun.” Angga bertanya dengan polosnya.
“Angga, Angga. Hari ini. Di zaman ini. Bukan lagi jalan satu-satunya membayar dengan uang cash. Kamu bisa transfer uangmu ke rekeningku, sayang.”
Angga menunduk seperti berpikir keras. Hatinya bergumam antara menerima atau tidak ajakannya. Namun, nafsunya lebih besar daripada imannya. Dia terbuai dalam buaian nafsu negatif.
Sarah menarik lengan Angga dan mengajaknya masuk ke dalam kamar. Sarah memerintah Angga untuk duduk, sembari menunggunya berganti pakaian. Namun, sebelum Sarah membuka lemarinya. Tiba-tiba, Angga berdiri mematung dan berjalan mundur perlahan mengarah pada pintu menjauhi Sarah.
“Ada apa? Aku akan segera melayanimu. Ayolah!” Sarah bertanya dengan penuh keheranan.
“Ayolah. Apa yang kau inginkan? Aku akan melayanimu segera.” Sarah perlahan mendekati Angga yang sedari tadi mematung di depan pintu yang akan membuka dan keluar dari kamarnya.
Angga memegang daun pintu kamar Sarah seraya berkata, “Apakah kau akan membantuku?”
“Apa yang bisa aku lakukan dan apa yang kau inginkan? Pasti akan aku beri.”
“Bukakan pintu ini, bawa aku keluar dari tempat ini. Segera!” kata tegas terucap oleh Angga.
“Kenapa, sayang? Apakah aku salah?”
“Kau salah besar. Aku tidak akan terjerumus dengan nafsu ini! Ini sebuah kehinaan besar dalam agamaku! Keluarkan aku dari sini atau akan aku dobrak pintunya!” Suara lantang Angga terdengar.
“Tanpa kau sadari. Tubuhmu itu telah rusak. Kau adalah wanita yang akan menjadi seorang Ibu, apakah kau tidak malu dengan perilakumu dan masa depanmu? Hartamu akan mengalir namun tubuhmu rusak! Apakah kau tidak mempersiapkan dirimu untuk hidupmu di akhirat? Apakah kau tak akan mati? Hidup kekal bersama harta? Mustahil akan terjadi.” Angga dengan sadarnya berusaha menyadarkan seorang pelacur itu.
Sarah jatuh berlutut. Air matanya perlahan mengalir deras. Dia ingat akan apa yang selama ini telah dilakukannya. Dia sangat malu. Tak pernah dia temukan sosok laki-laki yang menasihatinya. Karena apa yang selama ini ia lakukan adalah bersama laki-laki yang selalu memanfaatkan kehormatannya dan membayarnya dengan uang, tanpa ia sadari kehormatannya lebih berharga, yang seharusnya tidak dapat dibayarkan dengan apapun.
“Tolong aku, Angga.” rintihan suara terdengar dari bibir merona Sarah.
Tanpa ragu, Angga memegang kedua lengan Sarah dengan maksud membantu Sarah untuk berdiri. Angga telah menyadarkan Sarah akan kehinaan dunia yang melalaikan. Banyak sekali hal yang dapat kita lakukan untuk menghasilkan uang tanpa harus melakukan perbuatan kotor ini. Angga membantu Sarah untuk bertaubat dan mendalami ilmu agama dan mengajarkan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghasilkan uang yang halal.
Biodata Penulis:
Aprillian Mariska (lebih sering disapa April) lahir pada tanggal 20 April 2003 di Kota Purbalingga.
Ia pernah menempuh pendidikan di TK Pertiwi 1 Karangasem, SD Negeri 1 Karangasem, MTs Negeri 01 Purbalingga, MA Negeri Purbalingga. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa di UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto.
April menjadikan aktivitas menulis sebagai media visualisasi masa depan, masa sekarang dan mengingatkan kembali akan sejarah di masa lampau.