Jumat, 14 April 2023 menjadi awal dari sebuah penantian para santri Pesma An-Najah Purwokerto. Hari yang selalu ditunggu-tunggu kehadirannya, hari dimana puncak kerinduan terobati dengan bertemu keluarga.
Ya, menahan rindu memang tak semudah membalikkan telapak tangan, semua harus dilewati dengan perjuangan mencari ilmu, menahan semua hal wajar yang sulit ditahan. Tapi semua bisa terlewati dan menyimpan begitu banyak pengalaman dan kenangan.
Hari itu pun telah tiba, aku begitu antusias untuk kembali ke rumah untuk menikmati suasana akhir bulan Ramadhan dan hari Raya Idul Fitri. Pertemuan yang begitu mengharukan, ketika aku menemui kedua orang tuaku, Umi dan Abi. Ya, itulah sebutan yang biasa aku panggil dan menjadi sapaan yang selalu aku rindukan.
Senyum indah terlihat jelas dari mereka, salam dan pelukan dari tokoh istimewa, kini aku rasakan. Maaf dan meminta doa dari mereka, menjadi sesuatu yang harus dilakukan setiap bertemu ataupun berpergian.
Aku selalu percaya dan yakin, kedua restu orang tua, sangat berpengaruh bagi diriku. Aku pun sadar, terlalu banyak kesalahan yang dilakukan, jika aku tidak memberanikan untuk meminta maaf, lalu mau kapan lagi? Karena meminta maaf bukanlah dilakukan di Hari Raya saja.
Momen indah telah kulewati. Aku kira ini liburan dimana aku bisa menikmati dan bersantai layaknya seseorang yang kembali ke tempat yang nyaman. Namun aku salah, justru di saat liburan ini, banyak kesibukan yang menemani hari-hariku.
Mungkin memang ini salah satu cara terbaik menikmati liburan di rumah, dengan melakukan pekerjaan rumah layaknya seorang ibu. Selain itu, dihantui dengan berbagai tugas UTS yang belum juga terselesaikan. Kegiatan yang menjadi rutinitasku pun untuk harus menjaga sebuah hafalan, harus aku lakukan, walaupun terlalu banyak godaan. Berat, tapi ini tentang sebuah perjuangan.
Cerita di lain hari, di malam puncak kemenangan umat Islam, tepatnya malam hari Raya Idul Fitri. Senang, tetapi sayang, di desa tidak melaksanakan pawai obor yang dinanti-nantikan. Tetapi bukan berarti masjid sepi tak berpenghuni. Lantunan takbir, menjadi bukti bahagianya umat islam untuk merayakannya.
Aku pun bergegas menuju masjid dan mengajak teman-teman yang lain untuk sama-sama meramaikannya. Aku senang, ketika aku datang ke masjid, banyak yang memberi senyuman dan sapaan yang begitu ramah. Teman-teman, anak-anak kecil, ibu-ibu, bahkan bapak-bapak yang menjadi tokoh penting pun, menghampiriku memberi ucapan dan beberapa pertanyaan.
Hari raya Idul Fitri pun tiba. Hal yang tentunya menjadi kebiasaan untuk saling bermaaf-maafan. Pagi hari, setelah melaksanakan solat Idul Fitri, aku meminta maaf kepada keluarga inti yang ada di rumah. Tetesan air mata menjadi saksi dari rasa salah dan tulusnya rasa sayang. Tak lama, tetangga pun berdatangan, menjadi titik pertemuan dan menuntaskan kesalahan. Senyuman yang indah ketika berjabat tangan dan kata maaf terucapkan. Harapan baik untuk bisa merasakan momen indah yang dilakukan selama satu tahun sekali.
Akhir dari cerita ini, tepatnya tanggal 1 Mei 2023, aku pun harus kembali ke tempat penuh berkah, di pondok pesantren An-Najah, menjadi santri dan siap berjuang kembali menuntut ilmu untuk bekal di masa depan, dan berharap menjadi seorang istri idaman.
Saat ini Zika menempuh pendidikan di UIN Prof. K. H. Saifuddin Zuhri, Purwokerto, mengambil jurusan Pendidikan Agama Islam.