Allahuakbar Allahuakbar. Suara azan subuh berkumandang syahdu. Panggilan beribadah yang begitu indahnya, membuat hati terasa nyaman, damai dan tentram. Hingga membuat semua orang terpesona dan terenyuh mendengarkannya. Tak ingin rasanya berhenti mendengarkan lantunan adzan tersebut.
Ya, suara adzan kang As tentunya. Namun, tak terasa suara merdu itu telah selesai dikumandangkan. Laras segera beranjak mengambil air wudhu kemudian pergi ke masjid untuk melaksanakan salat berjamaah.
Ramadan ialah bulan istimewa bagi setiap umat islam, begitupun bagi Laras. Pada bulan ramadan kali ini ada yang berbeda, pasalnya dia kembali merasakan jatuh cinta.
Di pondok yang ditempatinya sekarang, bertemulah dia dengan sosok pria yang tampan parasnya, bertubuh tinggi atletis, punya suara merdu, dan senyuman manis yang begitu candu. Seperti tanpa cela lelaki itu juga berkelakuan baik, dan dermawan tentunya. Dialah Afif Saifudin Ramdani namun kerap kali dipanggil Kang As oleh teman-temannya.
Tak heran kang As begitu dipuja bahkan menjadi incaran para santriwati di pondok itu, termasuk Laras. Laras mengaguminya sejak awal dia masuk ke pondok pesantren itu. Namun, dia memilih diam dan merahasiakannya dari semua orang.
Laras tidak mau perasaannya itu diketahui oleh teman-temannya. Bukan tanpa alasan sebab teman dekatnya, Sefa juga menyukainya. Laras berusaha menjaga hati temannya dan memilih memendam sendiri perasaanya.
Suatu ketika, Laras tengah khusyu' melantunkan kalam ilahi di Masjid bawah, hingga tak terasa waktu menunjukkan pukul 19.05 yang menandakan akan segera masuk waktu isya. Tiba-tiba datanglah seorang pria yang berpostur tubuh tinggi dari arah komplek putra yang tertutup satir penghalang, Laras tak menghiraukannya, dia lalu melanjutkan membaca ayat demi ayat Al-Qur'an.
Tanpa diduga terdengar lelaki tadi memanggilnya "Mbak mbak, punten mengganggu. Mau minta tolong boleh?" (Mbak mbak, mohon maaf mengganggu. Mau minta tolong boleh?) tanya pria tersebut.
"Oh nggih kang, pripun?" (Oh, iya mas. Bagaimana?) jawab Laras.
Pria itu mengulurkan tangannya di antara satir-satir penghalang yang terbuat dari kayu. Kemudian pria itu berkata kepada Laras "Minta tolong ini satirnya agak digeser ke depan. Soalnya nanti jamaah salat tarawih pasti banyak, karena masjid ini tidak terlalu luas dan supaya bisa masuk semua maka satirnya perlu digeser. Tapi ini terlalu berat, aku butuh bantuanmu untuk mendorongnya dari bagian sana," ucap kang As.
"Baik kang, akan saya bantu. Tunggu sebentar" jawab Laras. Setelah Laras menutup Al-Qur'annya lalu dengan cekatan dia membantu lelaki itu.
Saat keduanya tengah mengangkat satir, tanpa diduga kain pembatas sedikit terbuka dan tanpa disengaja pandangan keduanya saling bertemu. Seketika Laras menundukkan pandangannya seraya berucap dalam hatinya, "Astaghfirullah ampunilah hambamu ini ya Allah, hamba tak sengaja memandang wajah seseorang yang bukan mahram hamba."
Laras tak menyangka jika pria itu adalah kang As, pria yang dikaguminya sejak awal sampai di pondok ini. Rasa senang dan sedih saling beradu di hatinya. Di satu sisi dia bahagia karena dapat membantu sesama dan senang dapat dipertemukan sedekat itu dengan pria yang dia cintai dalam diam. Namun dia juga amat sedih karena tanpa sengaja telah memandang lawan jenis yang bukan mahramnya.
Waktu terus berjalan, hari silih berganti. Namun, kejadian yang tak disengaja bersama kang As terus berputar dalam benak Laras.
Suatu ketika, pondoknya mengadakan satu kegiatan besar yakni Akhirussanah. Agenda ini merupakan kegiatan tahunan yang ada di pondok pesantren As-Shalafa. Banyak rangkaian acara yang disajikan.
Laras mengikuti setiap kegiatan dengan antusias dan suka cita. Hingga sampailah pada puncak acara Akhirussanah yakni pengajian akbar yang dihadiri langsung oleh Abah pengasuh pondok pesantren As-Shalafa, acara dibuka dengan penampilan dari grup hadroh yang ada di ponpes itu namanya Alda. Kang As menjadi vokal dari grup hadroh tersebut. Tak hanya bersuara merdu namun juga pandai memainkan alat yang ada.
Pada saat itu, kang As menjadi penabuh alat darbuka. Tangannya bergerak lentur mengikuti alunan rebana. Suaranya berpadu merdu sehingga terdengar begitu enak. Laras yang menempati depan panggung sebelah kanan, awalnya tak sadar kang As ikut serta dalam kelompok hadroh itu.
Setelah tahu, Laras kemudian menundukkan pandangannya kembali. Bukan tanpa sebab laras bersikap demikian karena ia tidak mau berdosa dengan menatap lawan jenis yang bukan mahramnya.
Namun, ketika mahalul qiyam tiba-tiba mix mati dan ada seseorang yang langsung mengatur sound sistem di sebelah pojok belakang panggung, kemudiaan Laras secara spontan menatap ke arah tempat sound sistem. Namun, ternyata kang As berdiri tepat di dekat tempat sound sistem. Tak sengaja pandangan mata keduanya bertemu, dan keduanya langsung menundukkan pandangannya masing-masing. Kedua kalinya mereka saling menatap, dan bertemu pandang.
Sehari setelah puncak Akhirussanah, tepatnya pada hari Jumat, Laras baru menyelesaikan hafalannya pukul 10 pagi. Ia lalu bergegas menuju kamar mandi guna mengambil air wudu dilanjut menunaikan salat sunah duha.
Komplek santri puteri dan komplek santri putra agak berdekatan, hanya terpisahkan oleh sungai. Namun demikian, tetaplah ada jarak di antara santri putra dan santri putri di pondok tersebut. Tetap sesuai dengan syariat islam dan ajaran Nabi SAW. Mereka saling menjaga satu sama lain.
Ketika perjalanan pulang dari kamar mandi, ada dua orang santri putra melalui komplek putri karena ada suatu perintah dari Abah pengasuh sehingga mengharuskan santri putra untuk melewati komplek santri puteri.
Laras tak sengaja berpapasan dengan santri putra tersebut. Dengan spontan Laras menundukkan pandangannya dan mempersilahkan santri putra untuk lewat terlebih dahulu. Namun, santri putra tersebut menghormati Laras dan menyuruhnya untuk jalan terlebih dahulu. Kemudian Laras menolaknya dengan penuh sopan santun, dan akhirnya santri putra tersebut berjalan terlebih dahulu.
Ketika lewat di depan Laras, salah satu santri putra tersebut memberikan sepucuk surat kepada Laras, lantas pergi meninggalkannya.
Setelah jauh Laras memalingkan pandangannya penasaran siapa sebenarnya santri putra yang lewat tadi dan melihat sekilas dengan perasaan heran kenapa santri putra bisa lewat depan komplek santri putri, dan kenapa dia memberinya sebuah surat? Untuk siapa surat ini? Apa isinya?
Ketika Laras melihatnya, seorang santri tersebut menoleh dan menundukkan kepalanya seraya tersenyum pada Laras. Hati laras seketika berdebar dengan kencangnya, karena pertama kali ini dia disenyumi oleh pria yang dia kagumi. Bukan kali pertamanya dia bertatap muka dengan kang As. Entah karena kebetulan, atau memang ini sudah kehendak dari Allah untuk mendekatkan dirinya dengan kang As.
Setelah salat, dengan penuh rasa penasaran Laras membaca surat tadi, ternyata memang benar surat itu untuk Laras. Sedikit demi sedikit untaian kata dibaca oleh Laras. Betapa terkejutnya Laras ketika mengetahui bahwa kang As lah yang mengirimkan surat untuknya. Dan isi dari surat tersebut merupakan pernyataan cintanya kepada Laras. Kang As berkata bahwa dia sudah lama mencintai Laras, namun dia tak kuasa mengatakannya karena kepribadian Laras yang sholihah membuatnya takut untuk mendekati Laras, namun sekarang dia berani mengungkapkan isi hatinya lewat tulisan.
Dalam surat tersebut kang As berjanji akan mengkhitbah Laras di suatu hari, dan meminta Laras agar menunggu khitbah darinya.
Laras berkaca-kaca membaca surat dari kang As. Laras tak menyangka bahwa perasaan yang sama tumbuh dalam hati Laras dan kang As. Laras berjanji pada dirinya, bahwa dia akan setia menunggu sampai tiba waktunya kang As mengkhitbahnya.
Kang As memiliki suara yang merdu. Tak jarang banyak orang yang mengundangnya untuk mengisi di berbagai acara seperti sebagai pembaca ayat suci Al-Qur'an, undangan lomba MTQ atau undangan hadroh yang meminta kang As menjadi vokal utamanya.
Suatu ketika Laras hadir dalam sebuah majlis pengajian bersama teman-temannya. Laras sangat antusias mengikuti kegiatan di majlis pengajian tersebut. Laras bertempat duduk di sebelah depan kanan panggung. Dia khidmat dalam acara pembukaan. Betapa sangat terkejutnya mendengar nama pembaca ayat suci Al-Qur'an adalah Rekan Afif Saifuddin Ramdani bin Kyai Sobron. Yang tak lain adalah kang As.
Sefa yang duduk di sebelah Laras bertanya kepadanya "Bukankah itu kang As ya? Ternyata dia seorang gus dari Kyai Sobron." Kemudian Laras menganggukkan kepalanya yang menandakan jawaban 'Ya'.
Kemudian Sefa bertanya lagi "Bukankah Kyai Sobron hanya mempunyai satu orang putra dari lima bersaudara? Dan bukankah katanya Kyai Sobron akan menjodohkan putranya dengan putri teman lamanya?"
Laras menganggukkan kepalanya lagi dan menjawab "Ya, aku mendengar kabar itu dari mba Sinta".
"Berarti? Kang As?" Laras dan Sefa saling menatap heran dengan semua ini, tak menyangka bahwa orang yang mereka kagumi selama ini ternyata akan dijodohkan dengan wanita lain.
Terlebih Laras, harapannya kini telah sirna, Laras tak menyangka kalau semuanya akan seperti ini, padahal beberapa hari sebelumnya kang As telah berjanji akan mengkhitbahnya di suatu hari.
Biodata Penulis:
Lastri Ratna Sari saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Islam Negeri Prof. K. H. Saifuddin Zuhri, Purwokerto, Jawa Tengah.