Kalpataru buat Pak Tukiman

Cerpen ini menceritakan kisah pilu Pak Tukiman, seorang ayah sederhana yang kehilangan istri dan anaknya, Tina, akibat bencana longsor 20 tahun lalu.

Di sebuah desa di tepi bukit tinggallah sebuah  keluarga kecil yang sederhana, kepala keluarga tersebut bernama Pak Tukiman, pekerjaan sehari-harinya mencari kayu bakar, istrinya bernama Bu Sumarti, dia bekerja sebagai tukang cuci baju dari rumah ke rumah, penghasilan mereka tidak tetap, mereka mempunyai anak bernama Tina.

Ayah dan Anak

Tina berumur 3 tahun, mempunyai rambut panjang, kulit yang putih tetapi dia memiliki kekurangan yaitu berbibir sumbing, tetapi kekurangan itu tidak menjadikan rasa sayang orang tuanya berkurang kepadanya.

Suatu ketika hujan lebat tiba, pak Tukiman diajak temannya untuk mencari kayu bakar ke hutan, Pak Rusdi: "Pak Tukiman ayo kita ke hutan bersama-sama sepertinya banyak ranting-ranting yang jatuh saat ini"

Pak Tukiman: "Tapi angin kencang sekali"

Pak Rusdi: "Hanya sebentar saja kok, tidak akan lama"

Pak Tukiman: "Yasudah ayo kita berangkat"

Cuaca semakin buruk tetapi mereka tetap bergegas ke hutan.

Saat tiba di hutan terlihat dari arah timur langit yang begitu gelap seperti akan ada badai, Pak Tukiman teringat kepada anak dan istrinya yang ada di rumah. Kemudian Pak Tukiman bergegas segera pulang.

Sesampainya di rumah pintu terkunci dan datang tetangga menyampaikan amanah dari Bu Sumarti.

Bu Rati: "Pak Tukiman anak dan istri bapak tidak ada di rumah, istri bapak  membawa anak bapak ke rumah sakit karena anak bapak demam tinggi, dia hanya menitipkannya kunci rumah untuk bapak".

Pak Tukiman terlihat gelisah dan bergegas menyusul istrinya tetapi suara gemuruh terdengar sangat kencang dan terlihat terjadi longsor di desa sebelah.

Pak Tukiman tidak bisa berbuat apa-apa untuk anak dan istrinya yang melewati desa sebelah untuk memeriksakan anaknya yang sedang sakit, mereka terseret longsor dan Pak Tukiman hanya bisa menangisi anak dan isterinya yang hilang.

Kejadian berlalu selama 20 tahun lalu, hari demi hari telah Pak Tukiman lewati dengan rasa sepi, umur Pak Tukiman yang sudah tak muda lagi kini dia mengalami sakit-sakitan, kini kesehariannya hanya menanam bibit pohon di hutan dan menjaganya seperti anak dan istrinya, Pak Tukiman sering bengong di hutan dan berhalusinasi bahwa pohon yang dia tanam adalah anak dan istrinya yang sudah hilang 20 tahun lalu.

Suatu ketika Pak Tukiman batuk parah dan dibawa ke dokter oleh tetangganya, di puskesmas terdapat dokter cantik yang sedang bertugas di desa tersebut. Saat Pak Tukiman diperiksa dokter tersebut dia merasakan ada yang mengganjal di hatinya, lalu Pak Tukiman berkata "Jika anaku tidak terbawa bencana 20 tahun lalu mungkin dia sudah sebesar kamu sekarang."

Begitu pula dengan dokter cantik tersebut, dia merasakan yang sama tetapi dia hanya terdiam dan menanggapi cerita Pak Tukiman dengan ramah.

Saat dokter cantik pulang dari tugasnya dia bergegas bercerita tentang kejadian di puskesmas kepada orang tuanya, saat orang tuanya mendengar itu mereka kaget dan teringat kejadian 20 tahun lalu saat menemukan dokter Tias.

Pada saat itu Pak Ari dan Bu Susi orang tua dokter Tias menceritakan hal yang sebenarnya kepada Tias bahwa Tias bukanlah anak kandung dari mereka melainkan dia ditemukan di desa yang saat ini dia sedang bertugas dan pada saat kejadian longsor 20 tahun lalu, Tias menangis mendengar itu, dan orang tua Tias mengajak Tias untuk menemui orang tua yang dimaksud Tias yaitu Pak Tukiman untuk memastikan siapa bapak tersebut.

Sesampainya di rumah Pak Tukiman mereka bertamu ingin berkenalan dengan Pak Tukiman, selang waktu berbincang bincang orang tua Tias menanyakan terkait anak dan istri Pak Tukiman, dan Pak Tukiman menceritakan kejadian 20 tahun lalu dan menceritakan kondisi anaknya yang berbibir sumbing.

Orang tua Tias menangis dan bercerita bahwa Tias adalah anak yang ditemuinya 20 tahun lalu di desa sebelah dengan kondisi berbibir sumbing, lalu saat remaja mereka membiayai operasi bibirnya dan membiayai sekolahnya hingga menjadi dokter, suasana menjadi haru saat Pak Tukiman tahu Tias adalah anak kandungnya, Tias sangat terharu dan terus memeluk Pak Tukiman.

Pada saat itu tiba-tiba sebuah mobil Jeep merah tiba di depan rumah Pak Tukiman, dan ternyata yang datang adalah Bapak Bupati berserta ajudannya yang membawa kalpataru buat pak Tukiman karena telah melakukan penghijauan dengan menanami pohon di hutan menjaganya hingga tidak terjadi lagi bencana yang membahayakan, suasana haru, bahagia terpancar di rumah Pak Tukiman.

Biodata Penulis:

Ela Wiji Pamusti lahir pada tanggal 8 April 2004 di Purbalingga. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa di UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto dengan Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD).

© Sepenuhnya. All rights reserved.